Rabu, 22 April 2020

Cepat dan Ketat Ditangani.

Kemarin dulu, saya dan istri pergi ke Pasar Tradisional (langganan) di Jl. Dukuh Kupang serta Super Indo di Jl. HR Muhammad untuk membeli beberapa kebutuhan pokok harian. Setelah itu kami sengaja berkeliling Surabaya untuk refreshing sejenak, sambil melihat-lihat suasana Kota Kelahiran tercinta di tengah "badai" Pandemik Mematikan COVID-19.

Keluar dari rumah, jalanan terasa lebih lengang, berkurang sekitar 40% dan tidak semacet biasanya.

Sebelum ke Pasar, kami mampir terlebih dahulu ke Indomaret di Jl. Raya Dukuh Kupang Barat untuk mengambil uang (ada ATM di dalamnya) dan membeli minuman. Persis di depan Indomaret, beberapa pemuda sedang asyik nongkrong tanpa mengenakan Masker. Beberapa orang yang masuk ke dalam Indomaret-pun tidak mengenakan Masker.

Di Indomaret tidak terlihat himbauan apapun, namun para pegawai semuanya mengenakan Masker.

Keluar dari Indomaret, di sepanjang Jl. Raya Dukuh Kupang Barat yang setiap pagi terdapat banyak orang berjualan makanan dan minuman, terlihat hampir semuanya tidak mengenakan Masker. Di jalanan banyak pengendara Motor yang tidak mengenakan Masker, bahkan malah ada beberapa yang tidak menggunakan Helm. Sungguh luar biasa!

Sesampainya di Pasar, tempat parkirnya penuh dan saya harus berputar untuk mencari ruang kosong.

Setelah mendapatkan ruang kosong terdekat, saya segera memarkirkan Mobil dan istri bergegas turun, lalu masuk ke dalam Pasar. Sambil menunggu istri, saya membersihkan perangkat yang ada di dalam Mobil dengan menggunakan Alkohol 70% dan Tisu. Setelahnya, saya duduk santai di dalam Mobil dan mengamati hiruk-pikuk yang ada di Pasar tersebut.

Ada beberapa Toko/Kios/Stan dan Warung yang pegawainya tidak mengenakan Masker. Orang-orang yang sedang minum Kopi di Warung, sebagian tidak mengenakan Masker. Juru Parkir mengenakan Masker dan Topi sambil hilir-mudik. Saya tidak menemukan tempat untuk mencuci tangan atau hand sanitizer disana (tidak tahu kalau di dalam Pasar).

Kendaraan tertata dengan rapi, pengunjung berlalu-lalang dan sebagian dari mereka tidak mengenakan Masker. Berjalan lenggang-kangkung, seolah tidak ada wabah penyakit apapun, apalagi pandemik mematikan. Sungguh memprihatinkan, padahal Pasar adalah tempat berinteraksi bagi para penjual dan pembeli bahan kebutuhan pokok sehari-hari.

Selesai dari Pasar, kami menuju ke Super Indo. Sambil menyetir, saya mengamati suasana jalan yang tidak jauh berbeda dengan perjalanan sebelumnya. Jalanan lebih lengang sekitar 40%, banyak yang tidak mengenakan Masker dan beberapa tidak menggunakan Helm. Malah ada beberapa anak muda yang berboncengan 3 dengan ugal-ugalan.

Super Indo tidak kalah ramainya dengan Pasar Tradisional. Untungnya pada saat tiba, kami langsung mendapatkan ruang kosong untuk parkir. Setelah memarkirkan Mobil, istri saya turun dan masuk ke dalam Super Indo. Saya perhatikan dari jauh (di dalam Mobil), istri disuruh mencuci tangan (ada tempat untuk mencuci tangan) dan diperiksa suhunya.

Saya sangat tertarik dan terus memperhatikan "prosedur kesehatan" yang diberlakukan di tempat itu.

Setelah istri diperbolehkan masuk, tiba-tiba saya melihat ada 1 keluarga (berlima dengan anak kecil) yang sedang berjalan menuju ke pintu utama (tempat istri saya disuruh untuk mencuci tangan dan diperiksa suhunya tadi). 2 orang dari mereka, yaitu Sang Kakek (60 tahunan) dan Cucunya (7-8 tahunan) tidak mengenakan Masker. Nah, ini yang menarik!

Dari dalam Mobil saya menduga-duga tentang apa yang akan dilakukan oleh Petugas Keamanan disana. Apakah yang tidak mengenakan Masker akan diperbolehkan untuk masuk? Ataukah tidak diperbolehkan? Saya perhatikan dari kejauhan dan ternyata jawabannya tidak boleh! Prosedur yang tepat dan bijaksana demi keselamatan seluruh Pihak.

Akhirnya Sang Kakek dan Cucunya kembali ke dalam Mobil dan menunggu disana (sama seperti saya).

15 menit kemudian, terlihat istri saya mendorong Troli melangkah keluar dari pintu utama menuju ke Mobil. Tiba di sebelah Mobil, kotak Kardus dari Troli dipindahkan ke dalam bagasi. Troli diserahkan kepada Petugas Keamanan dan istri saya masuk ke dalam Mobil. Entah Troli tersebut langsung dicuci atau tidak, tetapi kami pergi meninggalkan Super Indo.

Setelah itu kami keliling mulai dari jalan Mayjen Sungkono, Patmosusastro, Dr. Soetomo, Raya Darmo, Basuki Rahmat, Gubernur Suryo, Yos Sudarso, Walikota Mustajab, Gubeng, Pemuda, Panglima Sudirman dan kembali ke Raya Darmo serta Dr. Soetomo, lalu Indragiri kemudian Mayjen Sungkono lagi. Suasananya sama saja dengan yang di atas.

Jujur (bukan bubur) saja saya bingung harus berkata apa. Pandemik Mematikan COVID-19 ini jelas sudah dinyatakan ada di Kota Surabaya, namun tidak ada perubahan yang "berarti" pada perilaku warganya. Sebagai orang yang awam terhadap penyakit, apalagi yang mematikan seperti ini, saya tidak tahu harus bangga atau sedih melihat hal ini.

Hati kecil saya amat sangat miris dan takut. Tetapi saya harus bisa melihat kenyataan yang ada bahwa banyak orang yang tidak peduli, bahkan cenderung menantang maut. Buat saya pribadi itu bukanlah hal yang hebat dan patut dibanggakan, malah hal yang tidak bertanggung-jawab dan memalukan sekaligus amat sangat merugikan orang lain.

Kalau Alm. Ayah saya dulu bilang, itu "ndogol" (bandel). Namun bagi saya, itu bukan "ndogol" tetapi "kenthir" (konyol) dan "longor" (tolol). Sebab telah membahayakan kesehatan dan nyawa, baik dirinya sendiri maupun orang lain (banyak lagi). Hal seperti itu pantas untuk mendapatkan hukuman yang berat, karena perbuatannya bisa menghilangkan nyawa.

Namun siapakah saya! Bukan orang penting, apalagi pejabat. Cuma orang biasa belaka yang amat sangat khawatir terhadap Pandemik Mematikan COVID-19 yang bisa menjangkiti siapa saja. Termasuk orang tua, diri saya sendiri, istri, anak, saudara, tetangga dan siapapun dengan tanpa "pandang bulu" apabila tidak secara cepat dan ketat ditangani.

Mudah-mudahan Pemerintah, baik Pusat ataupun Daerah, lekas mengambil sikap dan langkah yang strategis serta terpadu demi menghentikan Pandemik Mematikan COVID-19 di Indonesia, khususnya di Kota Surabaya. Saya bukan orang kaya, tetapi uang bisa didapatkan kapan saja asalkan sehat. Sedangkan nyawa tidak akan pernah bisa didapatkan kembali.

Semoga tulisan saya ini bisa bermanfaat dan kita semuanya selalu sehat serta selamat, Aamiin, Aamiin, Aamiin.

Charles E. Tumbel.

--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---