Kamis, 20 September 2012

TNI, Kedaulatan Dan Demokrasi.

Tentara Nasional Indonesia atau yang biasa disingkat dengan TNI memiliki sejarah yang berbeda dengan tentara yang ada di Negara-negara lain. TNI dibentuk murni dari masyarakat umum yang dengan sukarela bertekad untuk berjuang didalam mempertahankan Kemerdekaan dan sekaligus menjaga keamanan serta ketertiban. Bukan seperti tentara di Negara-negara lain yang memang dibentuk dari orang-orang yang khusus untuk dilatih militer dan dibayar hanya untuk berperang saja. TNI ialah bagian dari sejarah berdirinya Negara Indonesia dan perjuangan dari masyarakat sipil. Meskipun seiring dengan perkembangan jaman paradigma tentang TNI telah berubah tetapi kita tidak boleh melupakan sejarah, baik sejarah pada jaman perjuangan dalam mempertahankan Negara maupun sejarah pada jaman Penjajahan dulu. Dimana Bangsa kita dulu pernah dipecah-belah, dirusak dan diadu-domba agar tidak bersatu. TNI adalah salah satu pilar kekuatan Negara.
Saat ini didalam perkembangan umat manusia yang sudah lebih menghargai dan menghormati hak asasi manusia yang lebih universal, militer dianggap tidak penting dan bahkan dijauhkan dari kehidupan sipil. Padahal dijaman seperti inilah, militer sebagai kekuatan utama dari pertahanan sebuah Negara amat sangat dibutuhkan. Demokrasi yang mengutamakan hak dan suara Rakyat tidak mungkin bisa berjalan dengan baik apabila kekuatan dari pertahanan suatu Negara itu tidak baik. Begitu pula dengan Kedaulatan, kedaulatan tidak akan mungkin bisa kuat jika pertahanan Negara itu tidak kuat apalagi jika sampai bisa diintervensi oleh kekuatan asing. Kedaulatan dan pertahanan itu bagaikan sekeping mata uang logam yang memiliki 2 sisi muka serta selalu saling berhubungan. Negara yang kekuatan pertahanannya lemah pasti juga akan memiliki kedaulatan yang lemah pula dan tidak akan bisa menjalankan Demokrasi dengan baik serta sesungguhnya.
Semua Negara Demokrasi yang kuat pasti memiliki kekuatan pertahanan yang kuat pula, hal itu merupakan keharusan. Contohnya adalah Prancis, Inggris dan Amerika. Malahan sebagian besar pemimpin-pemimpin penting dan terkenal dari Negara-negara tersebut berasalkan dari kalangan militer atau paling tidak pernah menempuh pendidikan militer. Di Amerika hanyalah beberapa Presiden saja yang bukan dari militer, mulai George Washington sampai George W. Bush adalah seorang mantan petinggi militer. Aneh sebenarnya jikalau kita ingin berdaulat dan berdemokrasi dengan kuat tetapi tidak memiliki pertahanan yang kuat pula. Seorang militer meskipun mungkin tidak diberikan haknya untuk dipilih dalam dunia politik, namun haknya untuk memilih sebagai Warga Negara tetaplah harus diberikan, sebab itu adalah bagian dari cara hidup yang demokratis. Kekhawatiran akan militer yang tidak bisa Demokratis didalam kehidupan sipil, tidak beralasan.
Segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan dunia ini haruslah mengalami dan melalui sebuah proses terlebih dahulu, begitupun dengan Demokrasi yang sedang kita jalankan di Negara kita saat ini. Kita mungkin belum terbiasa untuk menjalankan Demokrasi yang sesungguhnya, tetapi dengan berjalannya waktu dan proses yang sedang dialami oleh semua pihak pada saat ini maka kita semua pasti juga akan dapat melaluinya serta belajar Berdemokrasi. Yang paling penting ialah bahwa kita harus saling menghormati dan mempercayai satu sama lain serta segala sesuatu harus dapat berjalan sesuai dengan aturan yang telah ada. Hukum harus bisa betul-betul adil dan ditegakan apabila ada salah satu pihak yang tidak berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Ini adalah sebuah komitmen kita bersama agar Demokrasi yang sesuai dengan Budaya Nusantara, UUD ’45 dan Pancasila bisa sungguh-sungguh berjalan sesuai dengan yang kita semua harapkan.
Kekuatan pertahanan Bangsa Indonesia yang ada pada pundak militer haruslah didukung penuh. Sejarah berdirinya militer kita tidaklah sama dengan militer yang ada di Negara lain, juga militer adalah salah satu pilar kekuatan Negara yang harus kita miliki. Seorang militer belum tentu tidak bisa hidup Berdemokrasi di lingkungan Sipil, begitu pula dengan seorang Sipil belum tentu juga tidak berjiwa militer atau otoriter, karena semuanya pasti membutuhkan dan harus melalui proses terlebih dahulu. Jika kita perhatikan sebenarnya banyak orang sipil yang saat ini bergaya militer. Pegawai pemerintahan, petugas keamanan, satgas organisasi dan masih banyak lagi seringkali menggunakan atribut-atribut militer. Mungkin sampai ke struktur organisasi juga meniru militer, anehnya militer sendiri malah dijauhkan dari masyarakat sipil. Padahal jika ada militer yang gila maka akan bisa disembuhkan di Rumah Sakit, berbeda dengan orang sipil tapi yang gila militer.
Kita harus menyadari bahwa pertahanan Negara ialah kekuatan utama dalam menjaga kedaulatan Negara dan kedaulatan itulah yang akan menjaga berjalannya demokrasi. Semua saling berkaitan dan menunjang satu sama lain. Negara adalah milik Rakyat dan Rakyat adalah pengawas utama dari berjalannya sistem demokrasi itu sendiri agar kedaulatan itu bisa betul-betul ditangan rakyat. TNI sebagai penjaga utama kedaulatan Negara hakekatnya sama dengan penjaga dari Kedaulatan Rakyat. TNI harus mampu memahami dan mendukung penuh Demokrasi seperti yang saat ini sudah dilakukan, sedangkan Rakyat juga tidak boleh anti kepada TNI agar TNI juga tidak merasa dipinggirkan, karena TNI adalah Penjaga Utama dari Kedaulatan Negara kita yang tercinta ini. Akhir kata, kita harus selalu bersatu dan tidak mudah dipecah-belah serta diadu-domba lagi oleh siapapun dalam bentuk apapun, sebab pada dasarnya semua slogan itu hanyalah propaganda dari suatu kepentingan belaka. Marilah kita bersama-sama mewujudkan Cita-cita dari Kemerdekaan.
--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---

Perjuangan Dalam Berbangsa Dan Bernegara.

Jika kita mau menengok ke belakang demi kebaikan di masa yang akan datang, maka kita harus mempelajari sejarah yang pernah terjadi. Sejarah adalah guru yang paling baik jikalau kita benar-benar mempelajari dan mengambil hikmahnya. Bhumi Nusantara yang pada jaman dahulu kala terkenal sebagai sebuah Negara yang besar, sebenarnya adalah gabungan dari beberapa Kerajaan yang bersatu dibawah naungan sebuah Kerajaan yang sangat kuat, bernama Kerajaan Mojopahit. Akan tetapi setelah sang Raja Mojopahit tidak mau lagi untuk duduk di singgasananya, bertahta atau mengundurkan diri sebagai Raja maka Kerajaan-kerajaan yang tadinya sudah bernaung dan bersatu dibawah satu kekuatan besar Kerajaan Mojopahit itu, akhirnya kembali terpisah-pisahkan atau berdiri sendiri-sendiri tanpa ada lagi ikatan, persatuan, kesatuan serta kekuatan yang nyata.
Negara-negara lain diseluruh penjuru dunia yang pada saat itu sudah mengenal Bhumi Nusantara sebagai sebuah Negara yang memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah dan tanah ladang yang subur, mulai mencari cara untuk menguasainya. Oleh karena sudah tidak ada lagi kekuatan besar yang menaungi Kerajaan-kerajaan tadi maka dengan sangat mudah Negara-negara Asing menguasai bekas wilayah kesatuan Bhumi Nusantara, meskipun dengan menggunakan cara atau strategi yang berbeda. Ada yang secara terbuka mengirimkan tentara, tetapi ada juga yang secara halus dengan seolah-olah berdagang. Padahal kenyataan yang sebenarnya hanya ingin menguasai seluruh bekas wilayah Bhumi Nusantara dengan tujuan untuk menguras habis semua hasil dari sumber kekayaan yang dimiliki oleh Bhumi Nusantara demi kemakmuran di Negaranya sendiri.
Inilah awal mula sebab terjadinya Era Penjajahan di muka Bumi Pertiwi yang sangat kita cintai ini. Yang tadinya berawal dari Kerajaan-kerajaan yang telah disatukan dibawah satu naungan sebuah Kerajaan Besar yaitu Mojopahit, hingga Kerajaan-kerajaan yang sudah bersatu dibawah satu naungan itu akhirnya kembali berdiri sendiri-sendiri lagi disebabkan oleh karena mundurnya Raja Mojopahit dari tampuk pimpinan Kerajaannya. Dengan pengertian bahwa hilangnya sebuah kekuatan mutlak dalam persatuan itulah yang menyebabkan dikuasainya Bhumi Nusantara oleh Negara Asing. Memang runtutan kejadiannya tidak persis seperti itu, sebab ada banyak peristiwa penting sejarah yang sebenarnya terjadi. Namun jikalau diambil kesimpulan yang paling singkat, kurang-lebih itulah penyebab utama terjadinya penjajahan di Bumi Pertiwi kita yang tercinta ini.
Sesungguhnya amat sangat disayangkan, jika kurang-lebih 700 tahun yang lalu Bangsa kita telah mampu berpikir dan bertindak secara universal dengan menyatukan hampir separuh dunia. Tidak untuk menguasai atau menjajah, tapi untuk bekerjasama dan membangun kekuatan persaudaraan antara sesama manusia demi kemajuan bersama. Namun keserakahan akan duniawilah yang telah menyebabkan penjajahan berhasil mencerai-beraikannya. Semoga disuatu saat nanti, kita mampu untuk bangkit dan berpikir secara universal, bukan hanya berpikir secara Kebangsaan kita sendiri saja, melainkan juga berpikiran bahwa kita seluruh umat manusia adalah saudara Sebumi. Sebab kita semua lahir, hidup, tinggal, mati dan dikuburkan didalam Bumi yang sama, serta sama-sama keturunan dari Nabi Adam AS juga mahluk tersempurna yang telah Diciptakan oleh Allah SWT.

Penjajahan Di Bumi Pertiwi.
Seperti uraian diatas tadi bahwa hancurnya Bhumi Nusantara disebabkan oleh karena mundurnya sang Raja dari tampuk kepemimpinan Kerajaan, yang membuat kekuatan terpadu selama ratusan tahun menjadi hilang atau hancur sehingga bekas wilayah dibawah naungannya yang tersohor ke seluruh penjuru dunia itu akhirnya bisa dikuasai oleh Negara Asing. Negara Asing pertama yang datang untuk menguasai sebagian dari daerah bekas wilayah Bhumi Nusantara adalah Portugis. Namun setelah beberapa masa Negara Portugis menguasai, akhirnya masuklah Negara Spanyol. Cukup lama Negara Spanyol menguasai sebagian dari daerah bekas wilayah Bhumi Nusantara. Dan dengan bertambah besarnya usaha dagang VOC yang dimiliki oleh Negara Belanda, maka berganti lagilah Negara Asing yang berhasil menguasai daerah bekas wilayah Bhumi Nusantara.
Tidak seluruh daerah bekas wilayah dari Bhumi Nusantara yang berhasil dikuasai Negara Asing, namun sebagian besar wilayah telah dikuasai dan karena berganti-ganti Negara yang menguasai serta disetiap pergantian Penguasa itu terjadi suatu pembagian wilayah maka terbagi-bagi pulalah Penguasa yang menguasai daerah bekas wilayah Bhumi Nusantara. Dan sebagai Negara yang memiliki usaha dagang terbesar didunia pada saat itu, maka Belanda jugalah yang mendapatkan daerah wilayah kekuasaan yang paling besar dibandingkan Negara Asing lainnya. Daerah bekas wilayah Bhumi Nusantara yang telah dikuasai oleh Belanda ini diberi nama baru, yaitu Hindia Belanda. Sejak saat itulah, diawal tahun 1600 M, Belanda yang menggunakan usaha dagangnya sebagai kedok menjadi penguasa di sebagian besar daerah bekas wilayah Bhumi Nusantara kita.
Hampir selama 350 tahun Belanda menguasai dan menguras hasil bumi serta kekayaan alam Hindia Belanda tanpa timbal-balik sedikitpun, menjajah! Mereka bagaikan tuan rumah didalam rumahnya sendiri yang dengan seenaknya saja dan serakah menikmati apapun yang ada didalam rumah itu. Kebiadaban mereka ini sebenarnya sudah mendapatkan banyak perlawanan atau juga pemberontakan, akan tetapi kekuatan yang sudah terlanjur tercerai-berai karena hilangnya Bhumi Nusantara dan ditambah lagi dengan pembagian wilayah daerah kekuasaan oleh Penguasa Asing atau Penjajah yang sudah dilakukan, serta politik Belanda yang sangat terkenal kejam yaitu devide et empera, telah berhasil menguasai pola pikir penduduk Hindia Belanda sehingga setiap perlawanan atau pemberontakan yang pernah terjadi hanya bersifat sporadis dan kedaerahan saja.
Hal ini jelas menguntungkan pihak Penjajah, akan tetapi sebaliknya malah sangat merugikan dan merusak jiwa penduduk Hindia Belanda hingga berabad-abad lamanya. Sebab perasaan atau jiwa persatuan, kebersamaan dan kesetaraan dalam Bernegara atau Berbangsa yang sebelumnya telah terbangun sangat kuat disaat Era Kerajaan Mojopahit itu telah berhasil diluluh-lantakan. Apalagi setiap penduduk diwaktu itu dipecah-belah dalam berbagai perbedaan, termasuk strata atau status sosial tertentu dengan tujuan agar selalu berlaku baik (tunduk, patuh, penjilat dan mencari muka) kepada pihak Penjajah. Namun terhadap Bangsanya sendiri, dibuat sedemikian rupa agar selalu menjatuhkan, memusuhi dan menindas karena telah terasuki oleh politik divide et empera yang sengaja dibangun untuk menghancurkan jiwa dan persaudaraan antar penduduk Hindia Belanda.
Setelah berabad-abad lamanya Belanda yang telah mendirikan Negara bernama Hindia Belanda dari sebagian besar daerah bekas wilayah Bhumi Nusantara itu menjajah akhirnya datang Negara Jepang yang sebelumnya sudah banyak menyebarkan slogan dan propaganda ke seluruh penjuru dunia bahwa mereka adalah saudara tua dari Bangsa Asia yang akan menolong, melindungi serta memerdekakan Negara yang sedang dijajah oleh pihak Negara Barat. Dengan datangnya Tentara Jepang di Hindia Belanda ini, maka untuk yang kesekian kalinya pula, berganti lagilah Penguasa atau Penjajah di Bhumi Nusantara. Jepang berkuasa tidak terlalu lama, hanya hampir selama 3.5 tahun saja. Tetapi kekejaman Jepang disaat menjajah selama 3.5 tahun itu, mungkin hampir sama atau malah lebih kejam daripada Penjajahan Belanda selama kurang-lebih 350 tahun. Luar biasa!

Kesadaran Akan Pentingnya Memiliki Sebuah Bangsa, Peletak Dasar dan Bangkitnya Rasa Berkebangsaan.
Setelah kurang-lebih 250 tahun dijajah dan dengan pengalaman dari peristiwa pemberontakan terhadap Penjajah yang pernah dilakukan, akhirnya dipelajari dan disadari bahwa untuk mengusir Penjajah yang sudah sangat lama dan mengakar diperlukan suatu kesatuan atau kesamaan dalam pemikiran, jiwa maupun tindakan. Para Cendekiawan Pribumi yang sangat langka pada saat itu, sebab hanya orang-orang tertentu saja yang boleh mendapatkan pendidikan, mulai memikirkan formula yang bisa menjadi alat perekat sekaligus senjata ampuh untuk melawan penjajah. Karena Penjajah sudah sangat kuat dan lama menguasai Bumi Pertiwi, maka perlawanan atau perjuangan melawan Penjajah ini tidak bisa dilakukan secara terang-terangan atau frontal, tapi harus dimulai dari kesadaran akan sesuatu yang membuka pikiran dan menyatukan perasaan para Bumi Putera.
Bukanlah hal yang mudah untuk bisa melakukan perlawanan kepada pihak Penjajah apalagi tidak ada persatuan diantara para Bumi Putera. Sangatlah berbahaya, juga tidak mungkin mendapatkan kemenangan tanpa adanya persatuan. Para cendekiawan pribumi telah lama meneliti, mengamati, mempelajari dan mengkaji sebab-sebab kegagalan dari setiap perlawanan, juga disaat itu adalah puncak dari terbangunnya rasa kebersamaan, persaudaraan dan kesadaran bahwa telah lama dijajah. Diwaktu yang sama itu juga disadari bahwa untuk melakukan perlawanan terhadap pihak Penjajah itu tidak akan pernah bisa dilakukan dengan terbuka, terang-terangan apalagi sendiri-sendiri tanpa adanya persatuan dan kesatuan. Karena belum jelas siapa yang mendukung serta siapa yang tidak mendukung. Hal ini diketahui dari pengalaman yang pernah terjadi sebelumnya.
Maka untuk melakukan perlawan harus dilakukan secara diam-diam, tidak disadari oleh lawan, bertahap dan dibutuhkan persatuan dari seluruh wilayah Hindia Belanda yang sebenarnya adalah daerah bekas wilayah naungan dari Kerajaan Mojopahit yang dahulu bernama Bhumi Nusantara. Akhirnya disadarilah pula bahwa sesungguhnya para penduduk Hindia Belanda adalah Sebangsa dan untuk menyatukan perjuangan melawan Penjajahan maka Landasan Berkebangsaan ini harus segera ditancapkan ke jiwa segenap penduduk Hindia Belanda tanpa boleh disadari oleh pihak lain, tentunya terutama pihak Penjajah. Mereka meletakkan dasar Berkebangsaan agar terbangun kebanggaan, kecintaan, kesetaraan, kesatuan, kesamaan dan persatuan diantara sesama penduduk Hindia Belanda yang sudah sangat lama terjajah serta terpecah-belahkan oleh devide et empera.
Formula Berkebangsaan ini sangatlah tepat, jitu dan merupakan bom waktu bagi Penjajahan di Hindia Belanda. Budi Utomo sebagai organisasi cendekiawan Bumi Putera yang ada pada saat itu, hanya bisa menemukan dan meletakan dasar tentang makna dari Berkebangsaan saja. Karena jikalau mereka melakukan lebih maka akan menarik perhatian dari para Penjajah dan berhentilah tahapan awal dari perjuangan melawan Penjajah serta juga tamatlah riwayat hidup mereka karena pihak Penjajah pasti akan segera menghabisinya. Mereka sangat menyadari bahwa setelah sekian lamanya dibodohkan oleh politik devide et empera membuat penduduk Hindia Belanda tidak lagi bisa menyadari bahwa sesungguhnya mereka itu adalah satu Bangsa yang seharusnya bersatu dan bersama-sama membangun satu kekuatan, agar dapat mengusir Penjajah serta tidak dijajah lagi.
Karena penduduk Hindia Belanda telah lupa atau bahkan tidak mengetahui lagi bahwa mereka sesungguhnya Sebangsa itulah, maka pihak Penjajah begitu mudah memecah-belah dan mengadu domba mereka serta dengan kesengajaan membangun suatu semangat kesukuan dan strata dalam suku-suku tersebut. Namun kesadaran tentang betapa pentingnya memiliki sebuah Bangsa dan membangun kembali semangat persatuan, kesatuan, kesamaan serta kesetaraan diantara sesama para penduduk Hindia Belanda inilah yang akan membawa suatu Kebangkitan dimasa yang akan datang dan juga persatuan perjuangan untuk mengusir Penjajah. Mungkin pada saat ini baru bisa dibayangkan, apa jadinya bila dulu tidak pernah ada Budi Utomo dan semangat Berkebangsaan tidak pernah dibangun didalam setiap jiwa para Bumi Putera yang hidup dijaman Penjajahan itu.
Setelah melalui proses pengenalan dan pemahaman akan Berkebangsaan yang dilakukan oleh Budi Utomo sebagai Penemu serta Peletak Dasar dari Berkebangsaan itu sendiri, juga dengan melalui perjuangan yang panjang dalam membangun sebuah Landasan Bersatu yang kuat, utuh dan kokoh dengan berdasarkan pada kesadaran untuk hidup Berkebangsaan, akhirnya bangkitlah suatu keinginan bersama dari penduduk Hindia Belanda untuk lebih menguatkan lagi kesadaran akan persatuan, kesatuan dan persaudaraan didalam satu Bangsa dengan bentuk ikrar atau komitmen yang kuat serta dituangkan pada lembaran kertas yang ditanda-tangani bersama-sama atau dikenal dengan nama, Sumpah Pemuda. Sebab sesungguhnya penduduk Hindia Belanda itu berasal dari Bangsa dan Tanah Air yang sama serta jaman dulunya lagi adalah Bhumi Nusantara.
Agar Jiwa Berkebangsaan yang sudah mulai terbangun dengan kokoh berkat Dasar yang telah diletakkan oleh Budi Utomo itu bisa benar-benar terlepas dari dampak devide et empera atau Jiwa yang Terjajah maka harus diciptakan sebuah nama baru untuk Bangsa yang baru saja berdiri berkat kesadarannya didalam Berkebangsaan dan melalui kesepakatan dari semua pihak yaitu Bangsa Indonesia. Serta untuk lebih mendekatkan dan memudahkan komunikasi, membangun kecintaan, persaudaraan, kesetaraan, kesatuan, kesamaan serta juga kebanggaan dalam Jiwa yang Berkebangsaan ini maka harus diciptakanlah pula sebuah Bahasa yang akan dipergunakan dalam Persatuan yaitu Bahasa Indonesia. Termasuk juga diperkenalkannya sebuah lagu agar selalu bisa membangkitkan semangat jiwa dalam Berkebangsaan dan yang kelak dikemudian hari dijadikan Lagu Kebangsaan atau Lagu Nasional yang kita miliki sekarang ini yaitu Lagu Indonesia Raya.

Bersatunya Tekad Untuk Merdeka Dan Cikal-Bakal Tentara Nasional Indonesia.
Salah satu hal yang dulu membuat Bangsa Indonesia sulit bersatu tapi malah membuat Penjajah mudah untuk menjalankan devide et empera yang merusak itu adalah letak wilayah daratan yang terpisah-pisahkan oleh lautan. Kondisi geografis ini memang sangat merugikan karena akan lebih mudah dipecah-belah apalagi jika tidak ada kesadaran dalam Berkebangsaan. Namun disisi lain kondisi geografis ini juga bisa jadi senjata ampuh jika kesadaran Berkebangsaan sudah terbangun kokoh. Sebab letak yang terpisah malah bisa membuat penjajah kehabisan tenaga, biaya, personil dan energi jika dilakukan perlawanan secara serentak. Oleh sebab itu kita tidak boleh lagi sampai terpecah-belah karena suku, agama, golongan atau apapun juga. Apalagi membuat raja-raja kecil seperti yang terjadi dijaman penjajahan dulu. Sesungguhnya kita semua ini adalah satu keluarga.
Penjajah Belanda yang sudah hampir 350 tahun berhasil menjajah Bangsa Indonesia dengan cara adu-domba dan memecah-belah, devide et empera, tentunya juga sudah amat sangat memahami karakteristik individu Bangsa Indonesia. Penjajah Belanda juga dengan secara sengaja membagi-bagi wilayah Hindia Belanda kepada penguasa-penguasa kecil atau raja-raja buatan yang penurut dan setia hanya untuk dijadikan Boneka agar memudahkan pelaksanaan devide et empera saja. Akan tetapi kesadaran dan kebanggaan untuk memiliki sebuah Bangsa serta hidup dengan secara Berkebangsaan dalam satu Bangsa, satu Tanah Air dan satu Negara itu telah mulai tumbuh subur serta kokoh pada saat itu. Hal ini yang membuat hampir seluruh penduduk Hindia-Belanda yang sudah merasa sebagai satu saudara Sebangsa dan Setanah Air menyatukan tekad untuk merdeka.
Penjajah Belanda melakukan kesalahan fatal tatkala menghadapi Pejuang-Pejuang Kebangsaan yang baru saja menyelenggarakan peristiwa sejarah terpenting yaitu Sumpah Pemuda. Pejuang-Pejuang Kebangsaan yang merupakan kunci utama dan tokoh cendekiawan dari berbagai macam latar-belakang Suku, Bangsa, Agama, Budaya, Pendidikan, Komunitas juga Golongan adalah sosok-sosok pribadi yang cerdas, militan, teguh, nasionalis, patriotis dan berprinsip. Dengan taktik dan strategi Belanda yang membuang Pejuang-Pejuang Kebangsaan ke daerah lain yang dianggap jauh atau aman dari pengaruh Berkebangsaan ini, malah sebetulnya menyebar-luaskan Jiwa Berkebangsaan sampai ke pelosok daerah terpencil. Juga tambah membangkitkan semangat Pejuang Kebangsaan yang tidak ikut terbuang jadi semakin menggelorakan Jiwa Berkebangsaan didaerahnya masing-masing. Begitu pula dengan rakyat biasa yang telah mengerti Kebangsaan.
Kesalahan Fatal oleh pihak Penjajah ini mungkin terjadi karena dua hal. Penjajah sudah terlalu meremehkan penduduk Hindia Belanda karena dirasa politik devide et empera telah benar-benar merasuk ke dalam jiwa penduduk atau sengaja membuang Pejuang-Pejuang Kebangsaan itu ke daerah terpencil yang belum dikenal untuk mengadu-domba dengan penduduk setempat. Bahwa ada orang yang diasingkan ke daerah mereka karena ingin melawan Penguasa dan disana para Pejuang tidak mengenal siapa-siapa. Dari strategi ini diharapkan terpecah-belah lagi semangat Berkebangsaan, yang terjadi malah sebaliknya. Dengan dibuangnya para Pejuang Kebangsaan ke daerah lain, malah membuat penyebaran semangat jiwa Berkebangsaan jadi lebih merata lagi dan tentunya ajaran tentang arti nilai-nilai Berkebangsaan juga semakin bertambah lengkap pula.
Dengan bertambah kuatnya rasa Berkebangsaan dan kecintaan dalam persatuan untuk Bernegara, membuat Bangsa Indonesia menginginkan segera terjadinya Kemerdekaan demi mewujudkan berdirinya sebuah Negara yang bebas, berdaulat, sejahtera, adil dan makmur dalam satu ikatan kesatuan. Situasi saat itu belum memungkinkan Bangsa Indonesia untuk merdeka, namun Perang Dunia II yang sedang terjadi dan dengan keterlibatan Jepang yang merupakan satu-satunya Bangsa Asia yang ikut didalam Perang Besar tersebut, membuat Bangsa Indonesia jadi memiliki harapan untuk dapat segera mewujudkan impian. Jepang yang dengan segala bentuk slogan dan propaganda untuk mempengaruhi Bangsa-Bangsa Asia yang sedang dijajah oleh Eropa, akhirnya berhasil mengalahkan Bangsa Eropa dan ganti menjajah daerah di bekas wilayah jajahan Eropa.
Jepang yang dikenal sangat kejam, agresif dan menempuh segala cara untuk bisa memenangkan perang jelas memerlukan biaya, personil serta logistik yang banyak. Jepang adalah Negara fasis seperti Jerman dan Italia yang suka menyeragami masyarakat sipil. Akibat dari sistem penjajahan masih dapat kita lihat dan rasakan sampai saat ini, diseragaminya Pegawai Pemerintah, diberikan tanda pangkat, lambang, simbol dan sistem Rukun Tetangga /Rukun Warga juga termasuk istilah Mahasiswa untuk siswa kuliah adalah produk dari Jaman Penjajahan. Jepang yang terus-menerus berperang sangat membutuhkan biaya, personil dan logistik. Biaya bisa diperoleh dari menguras sumber kekayaan alam Negara yang sedang dijajah juga logistik. Negara Jepang yang kecil tidak mempunyai banyak penduduk, jelas tidak mampu untuk menyediakan personil sesuai kebutuhan.
Salah satu kecerdikan Jepang saat mencari dukungan dan simpati dari Bangsa Indonesia sebelum mengalahkan Belanda, adalah dengan menyebarkan propaganda yang menjanjikan Kemerdekaan bagi Bangsa Indonesia. Propaganda ini berhasil mendapat simpati dari seluruh Bangsa Indonesia pada saat itu. Maka disaat Negara Jepang yang sebenarnya sudah kekurangan personil tentara dalam perang melawan Sekutu pada Perang Dunia II itu mendirikan badan-badan untuk melatih kemiliteran bagi pemuda-pemudi Bangsa Indonesia dengan alasan / kedok untuk mempersiapkan Kemerdekaan Bangsa Indonesia, langsung mendapatkan sambutan yang sangat luar biasa. Para pemuda dan pemudi Bangsa Indonesia dengan semangat serta sukarela segera mendaftarkan diri untuk dilatih kemiliteran oleh pihak Penjajah Jepang demi Kemerdekaan bagi Bangsa Indonesia.
Meskipun sebetulnya Bangsa Indonesia juga tahu bahwa Penjajah Jepang hanya bohong belaka untuk Memerdekakan Bangsa Indonesia dan pemuda-pemudi yang dilatih kemiliteran oleh pihak tentara Jepang hanya untuk dijadikan tentara cadangan atau tentara pembantu saja dalam perang melawan Sekutu. Tetapi hal itu tetap merupakan suatu kesempatan yang sangat besar dan langka bagi Bangsa Indonesia agar bisa berlatih kemiliteran serta mempersiapkan sendiri Kemerdekaan yang sudah menjadi cita-cita dari Bangsa Indonesia. Sebab dulu pada jaman Penjajahan Belanda, Bangsa Indonesia tidak pernah dilatih kemiliteran sama sekali. Hal ini mungkin karena Belanda sangat takut jika Bangsa Indonesia memiliki kemampuan militer maka akan berontak melawan mereka. Hanya yang mau menjadi antek dan tentara bayaran,  KNIL, saja yang dilatih militer.
Jepang akhirnya kalah pada Perang Dunia II. Tapi Jepang yang kalah dan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu malah membuat perjanjian untuk menyerahkan daerah jajahannya. Perjanjian ini menimbulkan kekecewaan mendalam, baik pada Bangsa Indonesia maupun para petinggi militer Jepang. Tidak semua petinggi militer Jepang sependapat dan mematuhi perjanjian, tapi juga tidak terang-terangan melawan. Mereka menghormati Kaisar Jepang, Hirohito, yang menanda-tangani surat pernyataan Menyerah Tanpa Syarat kepada Jenderal Douglas MacArthur. Disaat status quo ini, dimana pihak Tentara Jepang yang telah menyerah tetapi Tentara Sekutu belum tiba, Bangsa Indonesia memproklamasikan Kemerdekaannya serta membentuk BKR, yaitu Badan Keamanan Rakyat untuk menjaga keamanan dan ketertiban sekaligus mempertahankan Kemerdekaan R.I.
Badan Keamanan Rakyat atau yang disingkat BKR dibentuk beberapa hari setelah Proklamasi. Bangsa Indonesia menggunakan istilah Badan bukan Tentara agar tidak memancing perhatian Tentara Sekutu yang telah diboncengi Belanda. Bangsa Indonesia khawatir jika Tentara Sekutu menyerahkan kepada Belanda maka akan dijajah lagi. Dengan hanya menggunakan istilah badan, diharapkan Tentara Sekutu tidak curiga bahwa Indonesia sedang mempersiapkan kekuatan untuk melawan apabila kedaulatan diberikan kepada Belanda. BKR sendiri dibentuk dari seluruh unsur lapisan masyarakat yang dengan secara sukarela bersedia berjuang mengorbankan nyawa demi mempertahankan Kemerdekaan. Baik itu pelajar, pemuda-pemudi, dokter, seniman, pengusaha, rohaniawan, guru, buruh, orang yang pernah dilatih militer oleh Tentara Jepang maupun Belanda hingga petani. BKR yang cikal-bakalnya berasal dari rakyat jelata inilah sekarang bernama TNI.
--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---