Kamis, 22 September 2016

Kekayaan Yang Menjadi Sumber Malapetaka.

Upaya untuk mengadu-domba dan memecah-belah melalui SARA itu memang dengan sengaja diciptakan. Agar Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini tidak bisa membangun, apalagi untuk meraih keunggulan yang setingkat dengan Negara-negara Maju.

Dengan sengaja akan dibuat menjadi terbelakang dan tergantung. Supaya kekayaan alamnya bisa dengan mudah dikuasai oleh Pihak-pihak Asing.

Contoh kasusnya seperti cerita di bawah ini :

Negara-negara di Timur Tengah itu dulunya adalah Negara-negara yang maju, makmur dan sejahtera oleh sebab perdagangan serta hasil dari kekayaan alam khususnya Minyak Fosil yang berlimpah.

Lebih lagi sejak Revolusi Industri terjadi, serta-merta peralatan Industri yang tadinya hanya menggunakan bahan bakar dari Kayu / Batubara (Api), Uap dan Hewan saja menjadi berubah menggunakan Minyak Fosil.

Sehingga Timur Tengah menjadi "Incaran Utama" bagi Negara-negara yang sedang berkembang pesat industrinya demi mendapatkan pasokan bahan bakar.

Kebetulan Timur Tengah juga merupakan Pusat, sekaligus Sejarah Awal dari adanya seluruh Agama-agama Besar di dunia pula.

Yang mana hal tersebut menjadikannya lebih rentan terhadap perselisihan dan pertikaian dari sesama pengikut Agama. 

Ditambah lagi dengan adanya Suku-suku yang banyak dan rasa kesukuan (Suku disana dianggap sebagai Bangsa) yang terlalu tinggi di antara mereka. Sehingga menjadikannya lebih mudah untuk diadu-domba dan dipecah-belah.

Tentunya hal tersebut menjadi sebuah kelemahan sekaligus celah bagi Pihak-pihak Asing untuk merusak dan memanfaatkannya.

Bangsa-bangsa Asing yang pada saat itu sudah jauh lebih maju terutama di dalam bidang industri, membutuhkan pasokan bahan bakar berupa Minyak Fosil yang amat sangat besar. Mereka berusaha dengan sekuat tenaga untuk bisa memenuhi kebutuhan di dalam negerinya dengan cara menguasai sumber-sumbernya.

Mereka melihat kelemahan dan celah yang ada di Timur Tengah tersebut sebagai kesempatan yang bagus untuk menguasai sumber-sumber Minyak Fosil yang dibutuhkannya.

Mereka mengadu-domba dan memecah-belah Negara-negara yang ada di Timur Tengah dengan menggunakan "Senjata Ampuh" yang bernama SARA dengan tujuan untuk menguasai sumber-sumber Minyak Fosil yang amat sangat dibutuhkan oleh industri di dalam negerinya.

Penduduk Negara-negara yang ada di Timur Tengah pada saat itu terpengaruh oleh isu-isu dan propaganda dari Antek-antek Asing serta para Pengkhianat yang memang sengaja dibayar untuk menciptakan permusuhan juga kebencian pula demi kepentingan sekaligus keuntungan Pihak-pihak Asing.

Akhirnya mereka yang tadinya telah maju, makmur dan sejahtera karena perdagangan serta berkelimpahan Minyak Fosil itu tidak lagi menggunakan keuntungan dari hasil penjualan Minyak Fosilnya untuk kebaikan apalagi kemajuan Negaranya, tetapi malahan untuk berperang lantaran perbedaan SARA.

Perang membutuhkan biaya yang amat sangat besar. Terutama untuk persenjataan, makanan, perlengkapan, obat-obatan dan lain-lainnya. Yang mana hal tersebut tidak mungkin bisa mereka buat sendiri, lebih lagi di dalam keadaan yang sedang berperang.

Maka Pihak-pihak Asing datang bak pahlawan. Mereka masuk dengan segala macam bentuk bantuan dan secara perlahan-lahan membuatnya menjadi ketergantungan. Kemudian mereka mulai menguasai satu-persatu kekayaan alamnya.

Begitulah dulu yang terjadi di Timur Tengah. Sehingga pada akhirnya kekayaan alamnya bisa dikuasai oleh Pihak-pihak Asing dan terus-menerus berperang oleh sebab SARA sampai dengan sekarang.

Kekayaan alamnya tidak dijadikan sumber kebajikan apalagi kemajuan, tetapi bahkan menjadi sumber malapetaka.

Saat ini karena cadangan Minyak Fosil yang semakin berkurang, biaya produksi yang amat mahal dan dampak polusi yang sangat tinggi, Negara-negara Maju sudah mulai memindahkan bahan bakarnya ke energi yang lebih mudah serta murah untuk didapatkan juga yang ramah lingkungan pula.

Negara-negara Maju telah mulai mengalihkan energi ke dalam sebuah Battery yang "bahan bakarnya" didapatkan dari Angin, Air, Panas Bumi, Sinar Matahari dan lain-lain.

Oleh mereka, penduduk di Timur Tengah perangnya dibuat menjadi semakin lebih hebat lagi. Agar mereka tidak menyadari bahwa Negara-negara Maju sebenarnya perlahan-lahan sudah mulai meninggalkannya.

Mereka semakin bersemangat untuk berperang dan saling berebut di dalam menguasai lahan Minyak Fosil demi membiayai peperangannya yang sebetulnya bakalan menjadi sia-sia. 

Minyak Fosil tidak lagi menguntungkan dan dibutuhkan seperti jaman dahulu kala. Secara sengaja dan perlahan-lahan telah ditinggalkan oleh Negara-negara Maju.

Kelak setelah peperangan di Timur Tengah itu usai dan Negara-negara Maju sudah secara total menggunakan energi baru, maka mereka (yang terlambat menyadari) akan menjadi Negara terbelakang, tergantung serta tidak mempunyai modal untuk membangun, lebih lagi memajukan Negaranya. Sebab Minyak Fosil telah menjadi tidak laku (tidak seperti sebelumnya) untuk dijual, padahal kekayaannya telah dihabiskan untuk membiayai peperangan dan kekacauan (permusuhan) yang terus-menerus.

Semoga cerita di dalam tulisan yang amat sangat sederhana ini bisa menjadi manfaat untuk Bangsa dan Negara kita. 

Terutama untuk membuka sedikit wawasan dan kebijaksanaan di dalam menyikapi dinamika politik yang akhir-akhir ini terjadi di Negara kita yang tercinta.

Apalagi Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini berdasarkan kepada Pancasila, UUD '45, Sumpah Pemuda, Bhinneka Tunggal Ika, Sejarah Nusantara serta Budaya Adiluhung. Dasar yang amat sangat berbeda serta tidak dimiliki oleh Bangsa dan Negara lain di belahan Dunia manapun. Terima kasih.

Charles E. Tumbel.

--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---

Senin, 19 September 2016

Pemimpin Dan Masa Depan Bangsa.

Pemimpin dan masa depan Bangsa adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Jangankan untuk urusan Negara apalagi Bangsa, untuk urusan keluarga saja, kemampuan dan kepribadian seorang pemimpin amat sangat berperan penting di dalam memajukan, menentramkan serta mensejahterakan keluarganya.

Oleh sebab itu, menciptakan dan mendapatkan seorang pemimpin yang berkemampuan tertinggi serta berkepribadian terbaik atau yang paling berkwalitas adalah menjadi tugas, kewajiban, tanggungjawab, keharusan sekaligus kebutuhan kita semuanya, seluruh Bangsa Indonesia di masa yang akan datang.

Kebutuhan Akan Pemimpin.
Setelah lebih dari 18 tahun sejak gerakan Reformasi '98 terjadi, Negara kita yang tercinta ini rasanya tidak menjadi lebih baik, tetapi terkesan malah menjadi lebih tidak teratur dan tanpa kendali.

Memang dalam hal tertentu terutama di dalam hal menyampaikan pendapat, berkelompok dan berkeyakinan telah menjadi lebih bebas daripada jaman sebelumnya.

Namun hal itu tidak berarti menjadi semakin lebih baik, karena seringkali rasanya sudah terlalu kebablasan.

Malah adakalanya bertentangan dengan Pancasila sebagai Dasar Negara yang Sah, Resmi serta Asli milik Bangsa kita sendiri.

Belum lagi arah, kebijakan dan sistem yang tidak tetap serta selalu berganti di saat terjadi pergantian kepemimpinan.

Mulai dari kepemimpinan di tingkat teratas, Kepala Negara, sampai ke kepemimpinan di tingkat terbawah, Kepala Desa.

Hal seperti ini tentunya akan sangat membingungkan aparat pelaksana yang berada di bawahnya termasuk masyarakat awam.

Dan akhirnya tujuan utama dari Proklamasi Kemerdekaan R.I. serta Pancasila akan sulit untuk dicapai karena ketidak-sinambungan arah, kebijakan juga sistem yang diberlakukan.

Kebutuhan akan pemimpin yang memiliki wawasan luas, jiwa negarawan, sikap tegas, menguasai permasalahan, tanggap, berani bertindak dan berkepribadian yang paling terbaik (kwalitas kepemimpinan yang paling tertinggi dan terbaik) sangatlah dibutuhkan demi kebaikan, kemajuan serta kejayaan Tanah Air yang tercinta di masa yang akan datang.

Terutama untuk mendobrak sekaligus merubah hal-hal yang buruk di masa lalu, yang sudah menjadi kebiasaan sejak lama dan menjadikannya sebagai tradisi yang buruk.

Serta untuk menetapkan arah, kebijakan dan sistem terbaik yang bisa diberlakukan sepanjang masa, tidak hanya sesaat selama kepemimpinan seseorang saja.

Masa Depan Bangsa.
Masa depan Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini memang tidak hanya terletak pada pundak Kepala Negara saja.

Tetapi juga pada pundak setiap Warga Negara Indonesia yang cinta, sadar serta peduli terhadap keberlangsungan masa depan Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini.

Namun demikian, seorang Kepala Negara jelas yang harus menjadi motor penggerak utama sekaligus suri tauladan bagi seluruh Warga Negara Indonesia dimanapun berada.

Yang mana hal tersebut tentunya menjadikan sosok Kepala Negara sebagai hal yang terpenting, selalu terkait serta berperan paling besar secara langsung terhadap keberlangsungan masa depan Bangsa dan Negara kita yang tercinta.

Tolok Ukur Tertentu Untuk Menjadi Seorang Pemimpin.
Seharusnya kita yang hidup di jaman ini, wajib merasa beruntung dan bersyukur karena dapat mengalami jaman yang begitu sangat demokratis, tidak seperti jaman dulu. Meskipun seringkali rasanya sudah kebablasan.

Sekarang ini, hampir semua Warga Negara Indonesia memiliki hak yang sama untuk dipilih dan memilih di dalam pemilihan-pemilihan untuk Jabatan Politik tertentu, seperti : Kepala Desa, Kepala Daerah Tingkat Kota / Kabupaten, Kepala Daerah Tingkat Provinsi, Kepala Negara juga Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah dengan cara pemilihan yang secara langsung.

Walaupun seharusnya hal tersebut tidak hanya berlaku untuk Jabatan Politik tertentu saja, tetapi juga untuk Jabatan Nonpolitik.

Disamping untuk menciptakan kesempatan yang sama bagi seluruh Warga Negara Indonesia, juga sekaligus untuk mendapatkan pemimpin-pemimpin yang memiliki kwalitas yang paling terbaik bagi kebaikan, kemajuan serta kejayaan Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini.

Pemilihan dengan cara memilih Calon Pemimpin secara langsung ini adalah hal yang sangat demokratis dan patut untuk mendapatkan apresiasi dari kita semuanya.

Yang mana hal tersebut juga harus selalu kita evaluasi dan terus-menerus disempurnakan kekurangan serta kelemahannya demi kebaikan bersama.

Pemilihan dengan cara memilih Calon Pemimpin secara langsung ini memiliki sebuah kekurangan yang sangat mendasar, yaitu tidak adanya tolok ukur tertentu untuk menjadi seorang pemimpin.

Padahal seharusnya untuk dapat diangkat menjadi seorang pemimpin, seseorang harus mampu membuktikan terlebih dahulu kemampuan ataupun keahliannya dan juga kepribadiannya sesuai dengan kebutuhan yang sedang diperlukan.

Karena tidak adanya tolok ukur tertentu untuk menjadi seorang pemimpin, ditambah lagi dengan biaya yang sangat besar bagi Calon Pemimpin agar dapat dikenal secara luas oleh masyarakat awam, akhirnya membuat pemilihan ini tidak lagi bisa diikuti oleh semua orang terutama yang tidak mampu secara keuangan.

Sehingga cuma orang-orang yang mampu secara keuangan saja yang bisa mengikuti pemilihan ini, meskipun secara kwalitas kepemimpinan belum tentu mereka mampu. Dan hal ini tentunya malah menjadi sebuah kelemahan.

Oleh karena hal tersebut di atas maka ke depan harus ada tolok ukur tertentu untuk menjadi seorang pemimpin dengan diberikan ujian-ujian yang berkaitan dengan kemampuan, kecerdasan, kepribadian, wawasan kebangsaan, ideologi dan hal-hal lain yang berhubungan serta disesuaikan dengan kebutuhan juga tingkatannya.

Sekolah Bagi Calon Pemimpin Dengan Standar Kwalitas Yang Paling Tertinggi Serta Terbaik.
Diakui ataupun tidak, disadari ataupun tidak dan disetujui ataupun tidak namun sekolah bagi calon pemimpin dengan standar kwalitas yang paling tertinggi serta terbaik yang ada di Negara kita yang tercinta ini adalah di Akademi-akademi TNI dan POLRI.

Tidak ada satupun sekolah di Negara kita yang tercinta ini yang sejak mulai penerimaan Calon Siswa sampai dengan pendidikan akhir Siswanya dilaksanakan dengan sangat begitu ketat serta terpadu, kecuali di Akademi-Akademi TNI dan POLRI.

Mulai sejak pendaftaran Calon Siswa sampai dengan ke penerimaan Calon Siswa dan dilantiknya menjadi Siswa, semuanya dilakukan melalui serangkaian test (ujian) yang sangat banyak, berat, cermat, ketat serta lengkap.

Hebatnya, kesemuanya itu dilakukan tanpa biaya sedikitpun dari para Calon Siswa maupun Siswa yang telah dilantik.

Sepenuhnya dibiayai oleh Negara, sehingga penilaiannya bisa menjadi lebih obyektif dan sesuai dengan ketentuan serta kebutuhan Negara.

Sejak diterima menjadi Calon Siswa sampai setelah dilantik menjadi Siswa dan kemudian dikirim ke Akademi-akademi tujuan, para Siswa tinggal di Asrama yang diawasi secara ketat selama 24 jam dalam sehari serta sedikit sekali mendapatkan liburan.

Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mendidik, melatih, membina, mengajarkan dan membentuk lahir maupun bathin para Siswa secara utuh, lengkap serta terpadu agar nantinya mampu menjadi seorang pemimpin yang memiliki kwalitas yang terbaik.

Pendidikan (sekolah) semacam ini berlangsung selama lebih dari 4 tahun.

Sejak mulai dari penerimaan Calon Siswa, pelantikan sebagai Siswa, kelulusan dan pelantikan sebagai Perwira Pertama, kemudian menjadi Perwira Siswa kembali, sampai dengan kelulusan sebagai Perwira Siswa dan penempatan tugas sebagai Perwira Muda.

Sebuah perjalanan yang amat sangat panjang, melelahkan, menderita, berbahaya dan tersulit untuk menjadi seorang pemimpin. Serta tidak didapatkan pada pendidikan lainnya.

Yang mana hal tersebut tentunya amat sangat patut untuk kita semuanya akui, sadari, setujui, hargai serta hormati juga banggakan.

Pendidikan Dan Pembentukan Yang Amat Sangat Ketat, Berjenjang Lagi Berkesinambungan.
Tidak berhenti sampai disitu saja.
Setelah kelulusan sebagai Perwira Siswa dan penempatan tugas sebagai Perwira Muda, mereka masih terus dibina, dibentuk sekaligus diawasi oleh para senior dan komandannya serta juga oleh kesatuannya agar kemampuan kepemimpinannya terus berkembang, terasah, teruji, tertancap dan terkendali.

Baik saat di tempat tugas maupun saat di luar tempat tugasnya.

Hal tersebut tentunya membuat naluri, pikiran dan kepribadian mereka sebagai seorang pemimpin menjadi lebih terbentuk serta semakin tangguh juga andal.

Kesempatan untuk mengikuti kursus-kursus yang sesuai dengan kejuruannya dan yang berhubungan dengan kepemimpinan, hampir setiap saat bisa didapatkan (baik di dalam maupun di luar negeri).

Begitu pula dengan praktek langsung di lapangan. Baik dalam tugas keseharian, tugas khusus, latihan-latihan atau simulasi, operasi tertentu, Pasukan Perdamaian dan lain sebagainya.

Tentunya hal tersebut juga menambah kemampuan dan kepribadiannya sebagai seorang pemimpin menjadi semakin hebat serta lebih berkwalitas lagi.

Untuk bisa naik pangkat dan mendapatkan jabatan yang lebih tinggi, mereka juga harus selalu mengikuti pendidikan lanjutan.

Dengan terlebih dahulu mengikuti test-test yang sangat banyak, berat, cermat, ketat dan lengkap yang hampir mirip dengan test-test yang pernah dilakukan dulu, pada saat pertama kali mendaftarkan diri sebagai Calon Siswa.

Begitulah seterusnya yang terjadi, sampai dapat meraih jenjang kepangkatan Perwira Tinggi.

Sungguh-sungguh pendidikan, pelatihan, pembinaan, pengajaran dan pembentukan serta pengawasan yang amat sangat ketat, berjenjang lagi berkesinambungan bagi seseorang yang ingin menjadi seorang pemimpin.

Ketidak-Adilan.
Setelah secara garis besar mengetahui keunggulan dari pendidikan sekaligus pembentukan kader kepemimpinan (calon pemimpin) yang diadakan di Akademi-akademi TNI dan POLRI, maka munculah pertanyaan yang sangat sederhana serta wajar di dalam diri kita masing-masing.

"Mengapa mereka tidak bisa mendapatkan kesempatan yang sama seperti kita, tetapi hanya boleh berkarir di lembaga-lembaganya sendiri saja?".

"Padahal seorang pemimpin yang memiliki kwalitas yang paling terbaik tentunya yang sangat dibutuhkan di seluruh lembaga yang ada, tidak hanya di lembaga-lembaga TNI dan POLRI saja. Apakah hal seperti ini tidak termasuk sebuah bentuk dari ketidak-adilan?".

Lalu timbulah pertanyaan-pertanyaan yang lainnya lagi.

"Bukankah pendidikan mereka itu dibiayai oleh Negara serta untuk kebaikan juga kemajuan sekaligus kejayaan Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini? Bukan hanya untuk kebaikan, kemajuan serta kejayaan lembaga-lembaga yang ada di TNI dan POLRI saja".

"Sehingga demi keadilan maka lulusan Akademi-akademi TNI dan POLRI seharusnya juga diperbolehkan untuk memilih ataupun diminta berkarir di lembaga-lembaga lain, tidak hanya di lembaga TNI dan POLRI saja".

"Yang mana hal tersebut tentunya akan sangat berguna sekaligus menguntungkan bagi Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini di masa yang akan datang".

"Karena kebutuhan atas seorang pemimpin yang memiliki kwalitas yang terbaik di masa depan, nantinya pasti akan dapat terpenuhi".

Hal ini bukan untuk menghilangkan kesempatan orang sipil menjadi seorang pemimpin.

Tetapi agar nantinya bisa diperoleh sosok seorang pemimpin yang memiliki kwalitas yang paling terbaik dari semua unsur kekuatan yang ada (Sipil, TNI maupun POLRI) demi kebaikan, kemajuan serta kejayaan Bangsa dan Negara kita yang tercinta.

Artinya semua pihak tanpa pandang bulu, diperbolehkan serta harus mau berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik demi kebaikan, kemajuan juga kejayaan Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini.

Dan dengan demikian maka terciptalah sebuah kesempatan yang sama serta terwujudnya "Kemanusian Yang Adil Dan Beradab sekaligus juga Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia", tanpa perbedaan latar-belakang apapun.

Yang mana hal tersebut tentunya sangat sesuai dengan Cita-cita Proklamasi Kemerdekaan R.I.,  Pancasila dan UUD '45.

Masalah teknis pelaksanaannya nanti, "Apakah setiap lulusan Akademi-akademi TNI dan POLRI itu harus mengundurkan diri secara tetap ataukah boleh secara tidak tetap?", itu persoalan lain.

Dan, "Apakah harus melalui permintaan resmi dari sebuah lembaga lain terlebih dahulu ataukah boleh atas permintaan dari dirinya sendiri?", itu juga persoalan lain.

Serta, "Apakah pangkat terakhir yang disandang nantinya dapat disesuaikan dengan kepangkatan yang ada di lembaga lain?", itu juga persoalan lain lagi.

Termasuk, "Apakah nantinya akan diadakan test kemampuan untuk semua jabatan atau hanya jabatan tertentu saja, yang ada di segala tingkatan di dalam pemerintahan, agar tercipta standar kemampuan yang sama?", itu juga lagi-lagi persoalan lain dan biarkan para pakar saja yang nanti membahasnya.

Namun intinya adalah kita harus memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh Warga Negara Indonesia, untuk menghilangkan ketidak-adilan dan perbedaan.

Apalagi nantinya di masa yang akan datang, kita akan sangat membutuhkan pemimpin-pemimpin yang memiliki kwalitas yang paling terbaik karena tuntutan jaman akibat dari persaingan global.

Sesungguhnya kebutuhan akan pemimpin yang memiliki kwalitas yang terbaik itu sebetulnya sudah dapat terpenuhi pada saat ini.

Tinggal kita mau berpikir secara arif dan bijaksana serta berjiwa besar sekaligus tidak terkotak-kotak ataupun malah sengaja mengkotak-kotakkan diri, oleh karena adanya kepentingan sesaat yang hanya untuk menguntungkan diri pribadi maupun kelompok tertentu saja.

Sebab Akademi-akademi TNI dan POLRI sudah menciptakan pemimpin-pemimpin yang memiliki kwalitas yang terbaik sejak dari jaman dahulu kala.

Regenerasi Yang Terpaksa.
Yang sudah lalu, biarkanlah berlalu namun kita harus mampu memetik hikmah dari kejadian yang telah berlalu itu untuk kebaikan di masa yang akan datang. Begitu pula dengan sekilas sejarah sebelum gerakan Reformasi '98 terjadi.

Tidak semua orang membenci Alm. Presiden Soeharto, meskipun juga pasti tidak semua orang menyukainya.

Terutama orang-orang yang pernah menjadi korban kebijakannya dan orang-orang yang selama masa beliau berkuasa merasa tidak puas karena tidak bisa mendapatkan kesempatan yang luas untuk memperoleh jabatan yang sesuai dengan kemampuan serta cita-citanya, oleh karena hal tertentu.

Namun yang paling fatal dan utama yang menyebabkan seluruh kalangan yang ada mau bersatu untuk menurunkannya adalah karena beliau sudah terlalu lama berkuasa, lebih dari 30 tahun.

Dan hal itu tentunya menyebabkan kejenuhan pada hampir semua kalangan terutama kalangan politik, sekaligus membuat terhentinya regenerasi kepemimpinan.

Padahal sudah barang tentu, generasi-generasi yang berada di bawahnya terutama generasi yang 1 tingkat tepat langsung berada di bawahnya, pasti sedang menunggu-nunggu dan sangat mengharapkan terjadinya regenerasi kepemimpinan tersebut.

Apalagi usia beliau sudah sangat tua (77 tahun) pada saat terpilih kembali menjadi Presiden R.I. untuk yang ke - 6 kalinya.

Setelah terpilih kembali untuk menjadi Presiden R.I. yang ke - 6 kalinya itulah, seluruh kalangan yang sudah merasa jenuh dan menunggu-nunggu serta sangat mengharapkan terjadinya regenerasi kepemimpinan yang ternyata tidak terjadi, akhirnya dengan sangat terpaksa melakukan gerakan reformasi di awal tahun 1998 untuk menurunkan beliau.

Apalagi pada saat itu, ekonomi di Asia Tenggara terutama di Indonesia sedang jatuh tersungkur. Dan membuat nilai mata uang asing serta harga kebutuhan pokok melambung sangat tinggi hingga tak terkendali.

Juga karena pada tahun-tahun sebelumnya terjadi penculikan-penculikan terhadap sejumlah aktivis yang dianggap terlalu banyak memprotes dan mengkritik kekuasaan beliau.

Memang Jamannya.
Sejujurnya apabila kita mau berpikir secara netral dan obyektif, maka kebijakan politik termasuk Dwifungsi ABRI yang dijalankan oleh Alm. Presiden Soeharto pada masa beliau masih berkuasa dulu, tidaklah sepenuhnya salah serta buruk.

Malah ada beberapa hal yang benar dan sangatlah baik untuk tetap diberlakukan. Terutama Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa dan Bahasa Daerah yang diajarkan di sekolah-sekolah semenjak dini serta berkesinambungan.

Juga hal-hal lain yang mendasar serta yang sesuai dengan Dasar Negara dan Budaya Asli milik Bangsa kita sendiri.

Terlepas dari pro dan kontra tentang sejarah terjadinya peristiwa G30S/PKI, tetapi memang pada masa beliau pertama kali berkuasa tersebut, keadaan Negara kita amat sangat kacau atau kacau-balau.

Disamping karena baru saja terjadi peristiwa G30S/PKI yang banyak merenggut korban jiwa, juga sejak sebelum terjadinya peristiwa berdarah tersebut sebenarnya kondisi ekonomi, politik dan sosial Negara kita sudah sangat kacau-balau.

Alm. Presiden Soeharto latar-belakangnya sejak muda memang adalah seorang tentara dan pejuang kemerdekaan.

Dengan alasan untuk mengembalikan situasi keamanan dan ketertiban Negara yang masih dalam keadaan sangat gawat sekaligus untuk menjaga serta membangkitkan stabilitas ekonomi, politik, sosial juga hal-hal lain agar dapat segera membaik, beliau dengan secara sengaja melibatkan TNI dan POLRI ke dalam kekuasaan (politik dan pemerintahan).

Jadi bukan TNI dan POLRI yang dengan secara sengaja melibatkan diri ke dalam kekuasaan. Tetapi memang Alm. Presiden Soeharto selaku Pemegang Kekuasaan Tertinggi Negara serta Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata R.I. yang dengan secara sengaja melibatkan TNI dan POLRI ke dalam kekuasaan.

Melibatkan diri dan dilibatkan itu adalah 2 hal yang sangat berbeda.

Sehingga kita tidak boleh dengan serta-merta, apalagi dengan secara sengaja dan terus-menerus atau selamanya menyalahkan, menjatuhkan serta menyudutkan dengan alasan tersebut untuk "menyingkirkan" TNI dan POLRI karena dianggap dulunya pernah dilibatkan ke dalam kekuasaan oleh Alm. Presiden Soeharto.

Dan masa itu adalah "memang jamannya" atau Era-nya bagi TNI dan POLRI untuk harus langsung dilibatkan ke dalam kekuasaan.

Karena kondisi Negara yang memang sedang sangat kacau-balau sehingga tidak dapat membedakan lagi, yang mana yang kawan dan yang mana yang lawan serta yang mana yang pembela Bangsa dan yang mana yang pengkhianat Bangsa.

Alm. Presiden Soeharto yang pada saat itu baru saja mendapatkan kekuasaan, sangat membutuhkan dukungan dan bantuan penuh dari sebuah kekuatan yang nyata.

Yang tentunya kekuatan yang nyata itu yang harus bisa beliau percayai dan sebaliknya juga yang mau mempercayai beliau serta mampu untuk diajak bekerjasama dengan baik, agar kekuasaannya dapat dijalankan dengan sepenuhnya.

Kekuatan yang nyata yang mana lagi yang bisa dipercayai sekaligus yang mau mempercayai beliau serta mampu untuk diajak bekerjasama dengan baik olehnya kalau bukan TNI dan POLRI?!

Itulah sebab-musabab serta awal mulanya TNI dan POLRI dilibatkan ke dalam kekuasaan oleh Alm. Presiden Soeharto, bukan melibatkan. Hal tersebut berlangsung hingga sampai beliau mengundurkan diri pada pertengahan tahun 1998.

Ketakutan Yang Sengaja Dibangun.
Setelah Alm. Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya dan digantikan oleh Presiden B.J. Habibie sampai dengan diselenggarakannya PEMILU pada tahun 1999, secara perlahan TNI dan POLRI "disingkirkan" dari kekuasaan.

TNI dan POLRI selalu saja dikaitkan langsung sebagai bagian utama dari jaman Orde Baru atau "Masa Berkuasanya Alm. Presiden Soeharto", yang pada saat itu memang sedang dimusuhi oleh hampir semua kalangan.

Dengan secara sengaja dan terus-menerus dibangun, didengungkan serta dijadikan senjata ampuh untuk menjatuhkan TNI dan POLRI demi "menyingkirkannya" dari kekuasaan.

Ketakutan yang sengaja dibangun dengan cara mengaitkan langsung TNI dan POLRI sebagai bagian utama dari jaman Orde Baru untuk menyalahkan, menjatuhkan dan menyudutkan TNI itu akhirnya berhasil.

Sejak saat itu TNI dan POLRI mulai menjauhkan diri dari kekuasaan. Pada puncaknya, akhirnya membubarkan perwakilannya di Dewan Perwakilan Rakyat.

Sehingga TNI dan POLRI yang saat itu masih bernama ABRI, sudah tidak lagi memiliki hak suara atau hak yang sama untuk menyampaikan pendapat serta aspirasinya sebagai bagian dari Bangsa Indonesia.

Era "dilibatkannya" TNI dan POLRI oleh Penguasa ke dalam kekuasaan (baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif) telah berakhir.

Meskipun sebenarnya seluruh anggota TNI dan POLRI adalah juga Warga Negara Indonesia yang memiliki hak yang sama seperti Warga Negara Indonesia lainnya.

Serta sebetulnya mereka memiliki jiwa kepemimpinan, patriotik dan nasionalis yang lebih tinggi dari rata-rata masyarakat awam. Sehingga sangat disayangkan apabila mereka harus disingkirkan dari kehidupan Berbangsa dan Bernegara, hanya karena sentimen dari diri pribadi ataupun kelompok tertentu saja.

Hanya tugas, tanggungjawab, peran, fungsi serta kewajibannya saja yang berbeda, sesuai dengan bidang pekerjaannya (profesi) sebagai anggota TNI dan POLRI.

Kemajuan Jaman Serta Keutuhan Bangsa Dan Negara.
Pada saat ini, perkembangan teknologi komunikasi dan informasi di seluruh dunia sudah sedemikian canggihnya.

Kalau dulu dibutuhkan waktu yang sangat panjang dan cara yang berliku untuk mendapatkan sebuah informasi. Kini kesemuanya itu bisa dilakukan hanya dengan beberapa detik saja dan dalam sekali pencet.

Hal-hal yang pada jaman dahulu bisa ditutupi, direkayasa ataupun disembunyikan dengan rapi. Pada saat ini sudah sangat sulit untuk dilakukan bahkan mungkin tidak bisa lagi.

Masyarakat awam bisa dengan sangat cepat dan mudah untuk melakukan komunikasi sekaligus mendapatkan ataupun menyebarkan informasi kepada siapa saja di seluruh belahan dunia, tanpa ada yang mampu untuk menghalangi serta membendungnya.

Di 1 sisi, hal ini merupakan hal yang sangat menyenangkan hati tetapi di sisi lain, hal ini juga bisa sangat membahayakan.

Karena semua informasi, baik yang benar maupun yang salah ataupun yang menyesatkan juga yang membahayakan, bisa tersebar dengan sangat cepat dan mudah.

Kemajuan jaman seperti saat ini harus disertai dengan penanaman jiwa kebangsaan, rasa cinta kepada Pancasila, Tanah Air dan saudara Sebangsa serta Bhinneka Tunggal Ika juga Budaya asli milik Bangsa kita sendiri yang dimulai semenjak usia dini dan secara berkesinambungan.

Karena tanpa hal-hal tersebut di atas maka kemajuan jaman khususnya di dalam bidang teknologi komunikasi serta informasi seperti saat ini, malah akan membahayakan keutuhan Bangsa dan Negara kita yang tercinta.

Kecepatan dan kemudahan di dalam berkomunikasi sekaligus mendapatkan serta menyebarkan informasi seperti saat ini, akan sangat mudah dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggungjawab untuk merusak serta menghancurkan masa depan Bangsa dan Negara kita yang tercinta.

Sosok seorang pemimpin yang berwawasan luas, negarawan, tegas, menguasai permasalahan, tanggap, berani bertindak dan memiliki kepribadian yang paling terbaik demi kebaikan, kemajuan serta kejayaan Tanah Air yang tercinta amat sangat kita butuhkan.

Apalagi ke depan, perkembangan teknologi komunikasi dan informasi pasti akan semakin lebih canggih lagi serta tidak terkendali.

Masa Depan Bangsa Dan Negara.
Kita semuanya ini, seluruh Warga Negara Indonesia dimanapun berada serta tanpa terkecuali harus selalu cinta, sadar juga peduli terhadap keberlangsungan masa depan Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini.

Masa depan Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini, bukan hanya ada di pundak Kepala Negara saja. Tetapi juga ada di pundak kita semuanya, seluruh Warga Negara Indonesia.

Seorang Kepala Negara saja, tidak akan mampu mengerjakan segala sesuatunya sendirian. Tetapi harus bersama-sama dengan semua unsur kekuatan yang ada, termasuk juga masyarakat awam.

Semua unsur kekuatan yang ada harus bisa saling bekerjasama serta bahu-membahu di dalam kebaikan, demi keberlangsungan masa depan Bangsa dan Negara kita yang tercinta.

Oleh sebab itu, siapapun diri kita, tanpa membedakan latar-belakangnya, harus mau untuk selalu bergandengan-tangan dengan siapapun sekaligus juga berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik demi kebaikan, kemajuan serta kejayaan Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini.

Anggota TNI Dan POLRI Adalah Juga Warga Negara Indonesia.
Sipil, TNI dan POLRI adalah bagian dari Bangsa dan Negara Indonesia yang tidak dapat dipisahkan apalagi dibeda-bedakan, karena pada dasarnya sama-sama sebagai unsur kekuatan Negara. Serta seluruh anggota TNI dan POLRI adalah juga Warga Negara Indonesia.

Jadi buat apa kita membedakan dan membuat jurang pemisah serta menghambat atau ingin membatasi karir mereka untuk berjuang bersama-sama dengan kita di segala bidang yang ada?!

Padahal kesemuanya itu kita lakukan bukan untuk kepentingan dan keuntungan diri pribadi apalagi kelompok tertentu saja. Tetapi untuk kepentingan serta keuntungan Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini.

Bukan untuk menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI. Sekali lagi, bukan untuk menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI.

Tetapi kalau seandainya Dwifungsi ABRI itu ternyata adalah formula yang paling tepat lagi cocok juga bisa membawa kebaikan, kemajuan serta kejayaan Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini, mengapa harus dibenci?

Toh, tujuan kita hanya untuk kebaikan, kemajuan serta kejayaan Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini saja, bukan yang lainnya!

Namun demikian, tulisan ini bukan untuk itu, bukan untuk menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI.

Tetapi untuk hal yang lebih besar dan lebih bermanfaat bagi semua pihak juga lebih mendasar, yaitu memberikan kesempatan yang sama kepada seluruh Warga Negara Indonesia tanpa membedakan latar-belakangnya.

Sekaligus agar bisa didapatkan pemimpin-pemimpin yang memiliki kwalitas yang paling tertinggi serta terbaik dari semua unsur kekuatan yang ada, termasuk dari lulusan (individu bukan institusi) Akademi-akademi TNI dan POLRI.

Jadi tidak perlu terlalu takut, khawatir, curiga, minder serta risau karena masa depan Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini sesungguhnya juga masa depan kita semuanya, termasuk anak dan cucu kita kelak.

Anggota TNI dan POLRI adalah juga Warga Negara Indonesia sehingga mereka juga harus memiliki hak yang sama dengan kita semuanya dan wajib mendapatkan perlakuan yang sama pula.

Profesionalisme TNI Dan POLRI.
Profesionalisme TNI dan POLRI bukan berarti TNI dan POLRI setiap harinya cuma boleh latihan tembak-tembakan dan bom-boman saja, menginterogasi dan menangkapi orang saja ataupun bekerja, hidup dan bergaul hanya di lingkungannya saja.

Dalam arti kata lain, cuma boleh menggeluti bidang yang hanya sesuai dengan profesinya dan di lembaga-lembaga yang dimilikinya saja.

Cuma begitu saja yang boleh dilakukan setiap harinya sampai mereka memasuki masa pensiun.

Dan setelah pensiun di usianya yang tidak lagi produktif, mereka sudah tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang layak ataupun memulai usahanya sendiri yang menjanjikan. Karena faktor usia, tenaga, jaman, modal dan pengalamannya yang sangat dibatasi.

Itu bukan profesionalisme TNI dan POLRI namanya.

Tetapi pemisahan, pembatasan serta pengisolasian TNI dan POLRI dari kehidupan Bermasyarakat juga Bernegara. Padahal setiap anggota TNI dan POLRI adalah juga Warga Negara Indonesia yang sederajat haknya dengan kita semuanya.

Yang benar adalah anggota TNI dan POLRI harus bisa hidup sederajat dengan masyarakat awam serta mendapatkan kesempatan yang sama, seperti layaknya Warga Negara Indonesia yang lainnya.

Juga harus diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan sumbangsihnya yang terbaik dalam bentuk apapun demi kebaikan, kemajuan serta kejayaan Bangsa dan Negara kita yang tercinta.

Tidak harus selalu urusan pertahanan, keamanan dan ketertiban saja tetapi dalam bentuk apapun.

Karena setiap anggota TNI adalah manusia biasa yang juga diciptakan oleh Allah SWT dan merupakan Warga Negara Indonesia seperti halnya kita semua.

Setiap manusia pasti diberikan kelebihan dan kekurangan serta bakat-bakat tertentu oleh Allah SWT yang belum tentu dimiliki oleh orang lain, termasuk kepada anggota TNI dan POLRI.

Oleh sebab itu, kita harus mau memberikan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya kepada seluruh Anak Bangsa tanpa membedakan latar-belakangnya untuk mengembangkan bakatnya, walaupun bakat tersebut tidak berhubungan dengan profesinya.

Kemampuan TNI dan POLRI dalam hal kepemimpinan seharusnya berada di atas rata-rata masyarakat awam pada umumnya.

Sedangkan keahlian TNI dan POLRI, meskipun pada dasarnya dilatih khusus untuk bidang pertahanan, keamanan dan ketertiban tetapi bidang pekerjaannya tidak hanya melulu tentang itu saja.

Namun juga ada bidang-bidang lainnya, contohnya :
Perencanaan, Personalia, Pendidikan, Keuangan, Hukum, Teknologi, Sosial, Pembangunan, Pengadaan, Logistik, Pengembangan dan lain sebagainya seperti lazimnya lembaga-lembaga yang ada di dalam pemerintahan.

Sehingga sebenarnya mereka juga pasti mampu untuk berkarir di lembaga-lembaga pemerintah lainnya, selain hanya di lembaga-lembaga TNI dan POLRI saja

Apalagi mereka memiliki kemampuan dalam hal kepemimpinan yang semestinya jauh lebih tinggi dari masyarakat awam.

Demi kebaikan, kemajuan serta kejayaan Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini, marilah kita semuanya bersatu-padu dan mengesampingkan semua perbedaan latar-belakang yang ada.

Apalagi yang hanya untuk kepentingan dan keuntungan diri pribadi serta kelompok tertentu saja.

Kita harus bisa berpikir secara netral dan obyektif, juga harus mau untuk selalu mengutamakan kepentingan serta keuntungan Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini di atas segala-galanya.

Karena tanpa itu, mustahil kebaikan, kemajuan serta kejayaan Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini dapat diwujudkan.

Keterbatasan Pengetahuan Dan Pengalaman Penulis.
Penulis hanyalah rakyat jelata yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang amat sangat terbatas.

Namun oleh karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman itulah yang membuat diri penulis merasa bisa menjadi lebih netral serta obyektif di dalam menyampaikan pendapat.

Sama sekali tidak ada niatan apalagi tujuan untuk menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI apalagi Orde Baru, karena memang sudah bukan jamannya lagi.

Tetapi penulis hanya ingin membuat semua pihak bisa menjadi lebih kompak juga bersatu demi kebaikan, kemajuan serta kejayaan Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini, tanpa perbedaan latar-belakang.

Juga agar para lulusan Akademi-akademi TNI dan POLRI bisa mendapatkan kesempatan yang sama karena mereka juga Warga Negara Indonesia yang dilindungi oleh Pancasila serta UUD '45.

Apalagi mereka adalah orang-orang yang memiliki kemampuan dan keahlian yang tinggi, terutama dalam hal kepemimpinan.

Semoga tidak terjadi salah penafsiran disaat membaca tulisan ini.

Dan semoga bisa bermanfaat serta menjadi inspirasi bagi semua pihak, sekaligus memotivasi para pembaca yang budiman untuk lebih berjuang lagi demi kebaikan, kemajuan serta kejayaan Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini.

Mohon maaf atas segala keterbatasan yang ada, sekaligus terima kasih atas kesediaannya membaca tulisan yang sangat sederhana ini.

Charles E. Tumbel.

--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---

Sabtu, 10 September 2016

Doa Anak Yang Sholeh.

Salah satu hal yang katanya bisa membuat orang tua masuk ke dalam Surga nantinya adalah doa dari anak yang sholeh.

Seorang anak itu bagaikan CCTV yang senantiasa merekam segala sesuatu yang dilakukan oleh kedua orang tua dan lingkungannya.

Tanpa berkata ataupun dengan berkata mereka terus-menerus merekam dan akhirnya meniru segala hal yang telah masuk ke dalam ingatannya.

Anak yang sholeh adalah anak yang tidak cuma merekam kebaikan dan meniru teladan dari kedua orang tua serta lingkungannya saja. Tetapi yang juga berkat didikan, ajaran dan binaan yang baik serta benar dari kedua orang tuanya termasuk dari lingkungannya pula.

Berarti untuk menjadikan seorang anak menjadi anak yang sholeh, maka kedua orang tua dan lingkungannya-lah yang harusnya bisa menjadi sholeh terlebih dahulu.

Kita sering menyalahkan orang lain termasuk anak kita sendiri, tanpa pernah mau bercermin maupun menginteropeksi diri kita sendiri.

Padahal anak hanyalah korban dari ketidak-mampuan orang tua dan lingkungannya belaka terutama di dalam mengendalikan diri, bertanggung-jawab, mendidik, mengajar, membina, memberikan suri teladan serta membuat dirinya sendiri menjadi seorang pemimpin yang baik sekaligus benar juga amanah pula.

Sekali lagi, ingatlah selalu bahwa doa dari anak yang sholeh (bukannya anak yang nakal) yang kelak bakalan bisa membuat orang tuanya masuk ke dalam Surga.

Dan cuma orang tua serta lingkungan yang sholeh semata-lah yang mampu menjadikan anak-anaknya menjadi anak yang sholeh.

Charles E. Tumbel.

--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---

Kamis, 08 September 2016

Politik Bukanlah Segala-galanya.

Untuk seluruh saudara Sebangsa dan Setanah Air yang tercinta,

Saat ini sudah mendekati akhir tahun 2016, yang mana kita semua tahu bahwa pada 15 Februari 2017 akan diadakan Gelombang Kedua dari Pilkada Serentak di seluruh Indonesia.

Sebagaimana kita juga telah ketahui dan alami bersama di tahun-tahun sebelumnya bahwa suhu politik di Tanah Air kita yang tercinta ini, pasti akan meningkat tajam akibat persaingan dari para peserta Pilkada.

Seluruh Tim Sukses dan Tim Kampanye dari para peserta Pilkada tersebut, pasti akan menempuh segala cara untuk memenangkan calonnya. Baik cara yang baik maupun cara yang buruk.

Oleh karena hal tersebut di atas, saya menghimbau kepada seluruh saudara Sebangsa dan Setanah Air yang tercinta agar kiranya berkenan untuk lebih meningkatkan lagi persatuan dan kesatuan, kebersamaan dan rasa persaudaraan, kesadaran dan kejernihan pikiran juga kebersihan hati serta rasa cinta terhadap Tanah Air dan saudara Sebangsa.

Jangan sampai terjebak provokasi apalagi ikut-serta memprovokasi karena kesemuanya itu hanya untuk kepentingan politik perseorangan dan sesaat saja. Padahal dampak negatifnya akan sangat panjang dan dapat menghambat laju-kembang ekonomi negara kita yang tercinta.

Yang mana hal itu tentunya akan merugikan diri kita sendiri, keluarga, masyarakat luas, Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini.

Jadilah pribadi yang memiliki prinsip dan jati diri. Janganlah mudah terpengaruh oleh kepentingan sesaat terutama dalam urusan politik praktis.

Tidak ada satupun manusia yang sempurna. Dan pada saat mencalonkan diri, pasti semua peserta akan mencitrakan kebaikannya serta menutupi kekurangannya.

Marilah kita semuanya mengambil hikmah dari setiap kejadian yang pernah terjadi di masa lalu, terutama kejadian yang diakibatkan dari persaingan politik.

Politik bukanlah segala-galanya tetapi hanya sebuah media untuk mencapai kekuasaan tertentu saja. Sedangkan Tanah Air dan saudara Sebangsa yang tercinta ini, keberlangsungannya adalah segala-galanya bagi Republik Indonesia.

Rapatkanlah barisan demi kebaikan serta kejayaan Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini. Hindarilah segala sesuatu yang dapat berakibat buruk bagi kejayaan Nusa dan Bangsa.
"Bersatu Kita Teguh, Bercerai Kita Runtuh".

Terima kasih atas perhatian, pengertian dan dukungannya.

Charles E. Tumbel.

--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---