Senin, 29 Agustus 2016

Pertempuran antara Kebaikan dan Keburukan.

Pertempuran antara kebaikan dan keburukan akan senantiasa terjadi di sepanjang masa. Baik di dalam kehidupan berbangsa, bernegara, bertetangga, berumah-tangga maupun di dalam diri kita sendiri.

Segalanya memang diciptakan untuk saling berpasangan, agar terjadi keseimbangan. Begitupun adanya dengan kebaikan dan keburukan. Dari semenjak jaman manusia pertama, Adam dan Hawa, hingga sampai nanti pada akhir jaman.

Tiada satupun CiptaanNya yang diberikan kesempurnaan, karena kesempurnaan itu hanyalah milik Allah SWT semata. Namun sebagai manusia yang diberikan akal-pikir, kita harus selalu berusaha untuk menjadi yang lebih baik. Walaupun tidak bakalan pernah bisa sempurna.

Masalahnya bukan ada atau tidak adanya kebaikan dan keburukan, sebab memang hal tersebut sudah tersurat. Tetapi lebih pada kadarnya, serta banyak mana antara kebaikan dan keburukan itu ada di dalam kehidupan ini, terutama di dalam diri kita masing-masing.

Kebaikan ada, karena kesadaran pikiran dan pengendalian jiwa yang baik serta positif di dalam diri seseorang. Meskipun sayangnya, kebaikan akan dianggap sebagai sesuatu hal yang biasa dan amat sangat mudah dilupakan, serta bakalan tertutupi oleh setiap keburukan yang terjadi.

Sedangkan keburukan ada, sebab kesadaran pikiran dan pengendalian jiwa yang buruk serta negatif di dalam diri seseorang. Keburukan tidak dianggap sebagai sesuatu hal yang biasa dan akan selalu diingat oleh setiap orang yang mengetahuinya, serta menutupi segala kebaikan yang pernah dilakukan.

Kebaikan tidak suka bergerombol seperti layaknya keburukan. Karena kebaikan tidak merasa khawatir, apalagi takut mendapatkan balasan. Berbeda dengan keburukan yang sangat suka bergerombol, sebab keburukan selalu merasa khawatir dan takut mendapatkan balasan.

Pilihan adalah salah satu kebijaksanaan yang diberikan oleh kehidupan kepada seluruh umat manusia yang masih hidup di dunia yang fana ini. Dan supaya setiap umat manusia yang masih hidup mau berpikir serta bisa menentukan pilihannya dengan tepat maka diberikan resiko, dampak juga akibat dari setiap pilihannya tersebut pula.

Selamanya kebaikan tidak bakalan pernah kalah melawan keburukan, namun kebaikan akan selalu tertutupi oleh keburukan, walaupun yang amat sangat kecil sekalipun. Pilihan untuk memilih kebaikan atau keburukan itu ada pada diri kita sendiri, termasuk konsekwensinya.

Janganlah pernah lelah, takut lebih lagi berhenti untuk memilih kebaikan. Sebab hanya seorang pemenang saja yang bakalan memilih kebaikan, sedangkan seorang pecundang akan memilih keburukan. Dan meskipun kebaikan bisa tertutupi oleh keburukan, tetapi kebaikan tidak pernah merasakan kekhawatiran apalagi ketakutan akan mendapatkan balasan. Itulah kemenangan!

Charles E. Tumbel.

--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---

Jumat, 26 Agustus 2016

Terjemahan.

Seandainya sedang menerjemahkan sebuah kalimat dari Bahasa Asing ke dalam Bahasa Indonesia, maka terlebih dahulu kita akan menerjemahkan kata demi kata yang ada pada kalimat itu di dalam pikiran.

Lalu merangkainya kembali menjadi sebuah kalimat yang utuh dengan menggunakan Bahasa Indonesia, agar bisa menemukan makna yang sesungguhnya. Baik makna yang tersirat, maupun yang tersurat.

Kemudian kita akan mencari kata-kata yang tepat di dalam Bahasa Indonesia, untuk menuliskan kembali terjemahan secara kata demi kata, sehingga akhirnya menjadi sebuah kalimat yang sama persis dengan kalimat yang aslinya dari Bahasa Asing tersebut.

Apa yang bakalan terjadi, apabila Si Penerjemah ternyata tidak memiliki kemampuan yang tinggi di dalam penguasaan Bahasa Asing dan Bahasa Indonesia?

Dan apa yang akan terjadi, jikalau Si Penerjemah ternyata tidak mampu menemukan makna yang sesungguhnya dari kalimat itu?

Serta apa yang bakalan terjadi apabila Si Penerjemah ternyata tidak menuliskan secara lengkap, utuh dan satu demi satu sesuai dengan kata-kata yang ada pada kalimat yang asli?

Berarti yang membacanya-lah yang wajib untuk mencari dan mencocokkan sendiri satu demi satu kata yang ada, supaya bisa menemukan makna yang sesungguhnya dari kalimat tersebut, sekaligus mengetahui kekurangan dari Si Penerjemah.

Andaikan ada satu kata yang tidak diterjemahkan dengan tepat, maka akan membuat makna yang sesungguhnya dari kalimat itu menjadi berubah.

Apalagi jikalau ada satu kata yang sama sekali tidak dituliskan terjemahannya, pastinya Si Pembaca sendiri yang bakalan menafsirkan artinya (sesuai dengan kemampuan, orientasi dan pengetahuannya). Sehingga makna yang sesungguhnya dari kalimat tersebut menjadi hilang.

Charles E. Tumbel.

--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---

Selasa, 16 Agustus 2016

1 Dasar Utama dengan 4 Pilar Kokoh Kebangsaan.

Dasar Utama.
Pancasila adalah Ideologi sekaligus Dasar Negara yang haruslah selalu diutamakan serta menjadi roh juga napas pula di dalam kehidupan Berbangsa dan Bernegara bagi seluruh Warga Negara Indonesia dimanapun berada.

Pancasila yang sejak sebelum terjadinya proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia sudah dirumuskan untuk menjadi Ideologi dan Dasar Negara oleh para Bapak Pendiri Bangsa, keberadaannya tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun serta sampai kapanpun.

Pancasila merupakan satu-satunya Ideologi sekaligus Dasar Utama (Fondasi) yang menjadi Falsafah dan Pandangan Hidup bagi segala Pilar-pilar Kokoh Kebangsaan yang ada di Negara kita yang tercinta ini.

Sehingga seluruh Pilar-pilar Kokoh Kebangsaan yang ada mestilah senantiasa sesuai, searah, selaras, seirama serta sejalan dengan Pancasila dan tidak boleh sedikitpun bertentangan dengannya.

Pilar Kokoh Pertama.
Republik Indonesia adalah satu kesatuan negara yang utuh. Bukanlah bersatunya negara-negara bagian ataupun serikat dari negara-negara kecil, seperti yang amat sangat diharapkan oleh para penjajah Bangsa kita semenjak dahulu kala.

Oleh karena hal tersebut maka penggunaan istilah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) cukup disingkat dengan Republik Indonesia (RI). Agar tidak membias dan menjadi celah untuk dikembangkan ke arah yang lain serta negatif. Apalagi jikalau NKRI diterjemahkan ke dalam Bahasa Asing, arti dan kesannya malahan bisa menjadi berbeda.

Republik Indonesia yang terdiri dari 17.000 lebih Pulau yang berjajar dari ujung Aceh sampai ujung Irian Jaya tentunya memiliki beraneka-ragam Suku, Agama, Ras, Golongan, Adat-Istiadat, Bahasa Daerah, Kepercayaan dan Nilai-nilai Kearifan Lokal lainnya.

Sehingga satu kesatuan yang utuh di dalam Berbangsa dan Bernegara menjadi amat sangat penting serta merupakan salah satu Pilar Kokoh Kebangsaan kita.

Terutama supaya tidak mudah dipecah-belah oleh Bangsa lain yang ingin mencerai-beraikan maupun membagi-bagi wilayah di Tanah Air yang tercinta ini demi memudahkan diri mereka sendiri bersama dengan para Anteknya di dalam mengeruk kekayaan alam yang kita miliki.

Pilar Kokoh Kedua.
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah Konstitusi atau yang menjadi Hukum Dasar di Negara kita yang tercinta ini.

Sehingga keberadaannya yang mestilah selalu sesuai, searah, selaras, seirama serta sejalan dengan Pancasila sebagai Ideologi sekaligus Dasar Utama, Falsafah juga Pandangan Hidup pula membuat UUD 1945 menjadi Pilar Kokoh Kebangsaaan yang terdepan di dalam kehidupan Berbangsa dan Bernegara kita. Khususnya sebagai landasan di dalam menetapkan aturan / hukum yang berlaku di Negara kita yang tercinta ini.

Pilar Kokoh Ketiga.
Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu yang utuh adalah Semboyan Negara yang menjadi salah satu Pilar Kokoh Kebangsaan yang tidak dapat dipisahkan dari Ideologi sekaligus Dasar Negara kita, Pancasila serta Pilar-pilar Kokoh Kebangsaan lainnya.

Semboyan yang menunjukkan persatuan dan kesatuan yang bulat dari Bangsa Indonesia yang tercinta ini adalah semboyan yang asli milik dari Bangsa kita sendiri serta yang tidak dimiliki oleh Bangsa lain manapun.

Bhinneka Tunggal Ika haruslah selalu ada, dicintai dan menjadi kebanggaan bersama serta senantiasa digelorakan di dalam jiwa kita masing-masing.

Pilar Kokoh Keempat.
Sumpah Pemuda adalah Tonggak Sejarah yang paling terpenting di dalam kehidupan Berkebangsaaan kita dan yang menyebabkan Pilar-pilar Kokoh Kebangsaan lainnya bisa terjadi.

Tanpa adanya Sumpah Pemuda, belum tentu saat ini kita bisa bersatu dan merdeka dari penjajahan.

Sumpah Pemuda yang merupakan hasil dari Kongres Pemuda Kedua pada tanggal 27 - 28 Oktober 1928 di Batavia, merupakan Cikal Bakal dari semangat kita di dalam kehidupan yang Berkebangsaan sekaligus tekad untuk meraih Kemerdekaan bersama yang sesungguhnya.

Sehingga keberadaan Sumpah Pemuda sebagai salah satu Pilar Kokoh Kebangsaan tidak dapat dihilangkan, karena memang tidak ada yang bisa menggantikannya.

Pilar Tanpa Fondasi Bakalan Runtuh.
1 Dasar Utama dengan 4 Pilar Kokoh Kebangsaan ini adalah sebuah rangkaian yang tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya, baik dari segi sejarah maupun pelaksanaannya.

Setiap Pilar Kokoh Kebangsaan ini memiliki fungsi dan peranannya sendiri-sendiri yang selalu saling berkaitan sekaligus mendukung serta menunjang di dalam memperkokoh jiwa yang berkebangsaan di dalam diri setiap Warga Negara Indonesia.

Pancasila adalah Ideologi sekaligus Dasar Utama (Fondasi) yang amat sangat kuat dan orisinil milik serta asli buatan dari Bangsa Indonesia. Yang mana hal tersebut tentunya sudahlah pasti yang paling sesuai dengan kepribadian Bangsa kita.

Lebih-lebih lagi Pancasila dirumuskan oleh Tokoh-tokoh Besar (para Bapak Pendiri Bangsa) yang pengetahuan dan pemahamannya tentang penjajahan serta kemampuan, pengalaman juga perjuangannya di dalam melawan penjajahan pula, sekaligus di dalam mempersatukan Bangsa Indonesia jauh melebihi kita semuanya. Dan hal tersebut telah terbukti amat sangat nyata keberhasilannya.

Oleh sebab itu, marilah kita kembalikan Pancasila sebagai roh sekaligus napas di dalam kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Serta senantiasa menjadikannya sebagai Ideologi sekaligus Dasar Utama dari seluruh Pilar-pilar Kokoh Kebangsaan yang ada, demi kejayaan Republik Indonesia kita yang tercinta ini. Karena pilar tanpa fondasi, mestilah bakalan runtuh.

Charles E. Tumbel.

--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---

Jumat, 05 Agustus 2016

Urip Iku Nandur (Hidup Itu Menanam).

"Les, wong urip iku nandur. Sing ditandur iku ijek wiji kabeh".

(Les, orang hidup itu menanam. Yang ditanam itu masih biji (benih/bibit) semua).

Demikian kata Alm. Ayah saya pada suatu ketika, di saat kami sedang mengobrol berdua.

"Nandur wiji Semongko iku thukule cepet, engkok nguwohne yo mesti woh Semongko".

(Menanam biji Semangka itu tumbuhnya cepat, nanti berbuahnya ya pasti buah Semangka).

"Nandur wiji Jambu iku thukule rodho suweh, engkok nguwohne yo mesti woh Jambu".

(Menanam biji Jambu itu tumbuhnya agak lama, nanti berbuahnya ya pasti buah Jambu).

"Nandur wiji Nongko iku suweh, engkok nguwohne yo mesti woh Nongko".

(Menanam biji Nangka itu tumbuhnya lama, nanti berbuahnya ya pasti buah Nangka).

"Gak mungkin wong nandur iku nggak nguwoh, mesti nguwoh masio suweh".

(Tidak mungkin orang menanam itu tidak berbuah, pasti berbuah meskipun lama).

"Lek wiji sing ditandur iku apik wohne engkok yo mesti apik, lek wiji sing ditandur iku elek wohne engko yo mesti elek".

(Kalau biji yang ditanam itu baik buahnya nanti ya pasti baik, kalau biji yang ditanam itu jelek buahnya nanti ya pasti jelek).

"Ojo ngarepno lek nandur wiji Semongko, nguwohne engkok bakal dadi woh Jambu".

(Jangan mengharapkan kalau menanam biji Semangka, berbuahnya nanti akan menjadi buah Jambu).

"Ojok ngarepno lek nandur wiji Jambu, nguwohne engkok bakal dadi woh Nongko".

(Jangan mengharapkan kalau menanam biji Jambu, berbuahnya nanti akan menjadi buah Nangka).

"Lan ojok wedhi lek nandur wiji Nongko, gak mungkin pas engkok nguwoh moro-moro dadi woh Semongko".

(Dan jangan takut kalau menanam biji Nangka, tidak mungkin saat nanti berbuah tiba-tiba menjadi buah Semangka).

"Wiji opo sing ditandur, yo iku sing bakal thukul lan nguwoh Les!".

(Biji apa yang ditanam, ya itu yang akan tumbuh dan berbuah Les!).

"Dadi ojok sembarangan lek nandur wiji".

(Jadi jangan sembarangan kalau menanam biji).

"Kudhu eruh, ngerti lan ati-ati supoyo mbesoke gak nguwoh sing nyengsorono".

(Harus tahu, mengerti dan hati-hati supaya besoknya (di kemudian hari) tidak berbuah yang menyengsarakan).

"Tur sing sabar, tulus lan ikhlas pas ngramute".

(Sekaligus yang sabar, tulus dan ikhlas saat merawatnya).

Ternyata dari kecil kita sudah menanam meskipun sayangnya kebanyakan dari kita tidak pernah berpikir, biji dari buah apa yang dulu pernah ditanam. Dan sampai hari inipun, setiap saat kita masih terus menanam.

Semoga sekarang kita lebih tahu, mengerti dan berhati-hati di dalam menanam sekaligus bisa bersabar serta tulus lagi ikhlas di saat merawatnya.

Charles E. Tumbel.

--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---

Ekornya Gajah atau Kepalanya Semut.

Pada awal tahun 1995, saya memutuskan kembali ke Tanah Air yang tercinta ini untuk selamanya.

Keputusan itu bukannya tanpa dasar, sebab sebelumnya telah saya pikirkan dan pertimbangkan secara matang, terutama karena usia Alm. Ayah yang sudah semakin tua (65 tahun).

Saat pertama kali tiba di Tanah Air yang tercinta, saya tinggal di rumah kakak yang tertua di Jakarta, tidak langsung pulang ke Surabaya. Meskipun setelah itu tetap pulang-pergi, Jakarta dan Surabaya.

Sudah lebih dari 2 bulan saya tinggal di Jakarta dan amat sangat menikmatinya. Khususnya karena bertemu kembali dengan para sahabat lama yang kebetulan telah pindah dari Surabaya ke Jakarta dan bisa bergaul dengan anak-anak orang "Penting" di Tanah Air.

Pada suatu ketika, di dalam perjalanan dari Sudirman ke Kelapa Gading (rumah kakak tertua di Summagung II) Alm. Ayah saya tiba-tiba bertanya :
"Les, luweh enakan endi dadi Buntutte Gajah ta Endasse Semut?".
(Les, lebih enakan mana menjadi Ekornya Gajah atau Kepalanya Semut?).

Oleh sebab saya menganggap pertanyaan tersebut tidak serius dan hanya sebuah obrolan santai di tengah kemacetan Ibukota belaka, maka saya menjawabnya secara asal-asalan :
"Enakan dadi Buntutte Gajah Pa".
(Enakan menjadi Ekornya Gajah Pa).

Almarhum bertanya lagi :
"Kok iso?".
(Kok bisa?).

Saya menjawabnya secara asal-asalan lagi :
"Lah, sopo sing wani nyakot Buntutte Gajah sing gedene koyok ngono iku Pa?!".
(Lah, siapa yang berani menggigit Ekornya Gajah yang besarnya seperti itu Pa?!).

Alm. Ayah saya menjawab :
"Keliru! Lek dadi Buntutte Gajah iku mesti mambu tembelek, tapi lek dadi Endasse Semut iku malah iso nyakot".
(Salah! Kalau menjadi Ekornya Gajah itu pasti berbau kotoran, namun kalau menjadi Kepalanya Semut itu malah bisa menggigit).

Kemudian beliau mengatakan kepada saya bahwa lebih baik pulang ke Surabaya daripada tetap tinggal di Jakarta, untuk memulai sesuatu yang baru dan dari awal disana.

Sebulan kemudian saya pulang ke Surabaya dan bergabung di beberapa Organisasi.

Tidak seberapa lama, saya diangkat menjadi wakil ketua pada tingkat Kecamatan di salah satu Organisasi tersebut dan kemudian menjadi ketua.

Dengan berjalannya waktu, akhirnya saya bisa mengerti dan memahami arti sekaligus tujuan dari pertanyaan tentang "Ekornya Gajah atau Kepalanya Semut" yang pernah Alm. Ayah sampaikan dulu itu.

Charles E. Tumbel.

--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---

Kamis, 04 Agustus 2016

Srawung.

Srawung atau bergaul atau bisa juga diartikan membaur adalah sebuah Kebiasaan yang baik.

Saat ini yang mungkin oleh sebab kebutuhan hidup dan hal-hal lain yang semakin tinggi, akhirnya kita menjadi kurang bergaul apalagi membaur.

Padahal dengan bergaul apalagi membaur maka hidup kita bisa menjadi lebih santai, banyak teman, damai, aman sekaligus banyak informasi.

Srawung atau bergaul atau juga membaur ini, bukan diartikan cuma dengan kelompok kita sendiri (dari kalangan yang sama) belaka. Tetapi lebih ke arah dengan kelompok atau kalangan lain yang berbeda-beda.

Sehingga terjalin suatu Hubungan yang akrab antar kelompok atau kalangan dan menghilangkan jurang-pemisah di antara seluruh kelompok-kelompok yang ada di sekitar kita.

Memang pada kelompok-kelompok tertentu juga demi membangun sebuah Citra yang tertentu pula (eksklusif), srawung ini dibatasi atau bahkan dihilangkan (dilarang).

Padahal sebagai mahluk sosial, siapapun diri kita, haruslah bisa bergaul dan membaur dengan siapapun. Sebab tidak mungkin bisa hidup sendiri tanpa bantuan dan dukungan dari orang lain, terutama yang ada di sekitar kita.

Sebenarnya keberadaan media sosial pada saat ini, fungsinya untuk memudahkan diri kita sendiri di dalam bergaul dan membaur.

Meskipun pastinya ada perbedaan antara bertatapan muka secara langsung dengan bertatapan muka melalui layar monitor handphone. Namun dengan adanya media sosial pada saat ini, kita bisa bergaul dan membaur bersama siapapun seperti tanpa ada jaraknya.

Marilah kita budayakan kembali secara bersama-sama, kebiasaan baik dari nenek-moyang dahulu di dalam bergaul dan membaur. Lebih lagi pada saat ini sudah ada media sosial yang dapat memfasilitasinya.

Hilangkanlah segala sekat, jarak dan jurang-pemisah yang ada pada diri kita masing-masing sehingga tidak mudah terjadi salah pengertian, ketersinggungan serta perselisihan oleh sebab ketidak-tahuan.

Bijaksanalah di dalam menerima setiap informasi dari siapapun dan selalu lakukanlah cek ulang. Agar tidak mudah terhasut oleh hal-hal yang secara sengaja dibuat untuk mengadu-domba dan menyesatkan kita semuanya.

Senantiasa pergunakanlah sopan-santun dan tatakrama yang sesuai dengan Budaya Adiluhung milik Bangsa kita sendiri serta sebarkanlah selalu kebaikan, keindahan juga kedamaian pula.

Charles E. Tumbel.

--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---

Rabu, 03 Agustus 2016

Ada Apa Dengan Bangsa Indonesia? (AADBI)

Setelah lebih dari 70 tahun kita merdeka, kini Bangsa Indonesia yang tercinta sedang mengalami titik yang paling terendah di dalam kehidupan Berbangsa dan Bernegaranya. Sebuah ujian sekaligus proses pembelajaran dan pendewasaan yang amat sangat berat, terutama di dalam hal "Pendidikan Politik". Ini semua haruslah kita hadapi dan selesaikan bersama-sama.

Hal tersebut tentunya tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi pastilah ada sebab-musabab yang menjadikannya. Khususnya karena kita sudah tidak lagi dengan secara sungguh-sungguh menegakkan Ideologi sekaligus Dasar Negara, Pancasila, sebagai Roh serta Napas di dalam kehidupan Berbangsa dan Bernegara di Tanah Air yang tercinta ini. Hal yang amat sangat ironis sekali!

Sejak Reformasi '98 terjadi dan "euphoria" yang mengikutinya tidak kunjung berhenti, Bangsa kita seakan-akan telah lupa kepada Ideologi dan Dasar Negara serta Sejarah juga Budaya Bangsa pula. Hal-hal yang amat sangat penting sekali ini malahan dikecilkan porsi dan peranannya, terutama di dalam Dunia Pendidikan. Padahal semestinya haruslah selalu dikembangkan dan terus-menerus ditanamkan semenjak dini.

Belum lagi setelah Reformasi '98 ada UU OTODA. Undang-Undang ini memang terkesan amat sangat demokratis. Namun sebenarnya sama dengan mengembalikan Negara kita ke jaman RIS yang sesuai dengan permintaan dari Pihak Belanda, pada saat penanda-tanganan KMB dulu. Dan tentunya Pihak Belanda yang meminta hal ini, pastinya memiliki sebuah maksud serta tujuan tertentu.

Dengan adanya UU OTODA, pembuatan Perda-perda yang tidak berlandaskan kepada Pancasila amat sangat dimungkinkan. Sebab segala keputusan yang diambil, cuma berdasarkan kepada jumlah suara yang terbanyak belaka. Tidak lagi berdasarkan kepada Musyawarah Untuk Mufakat. Hal ini tentunya berdampak langsung terhadap Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Ketidak-adilan sosial bagi seluruh rakyat ini, membukakan pintu / celah yang sangat lebar bagi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, termasuk Pihak Asing yang memiliki kepentingan amat sangat besar di negara kita yang tercinta, terutama untuk "bermain-main" demi keuntungannya. Sehingga kita semuanya yang tidak mengetahui apa-apa, sesungguhnya yang sedang dijadikan korbannya.

Demi kebaikan bersama serta untuk kejayaan dari Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini, Pemerintah haruslah sesegera mungkin mengembalikan Pancasila sebagai roh sekaligus napas di dalam kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Juga memperbesar porsi dari pendidikan / pengajaran atas Ideologi dan Dasar Negara, Sejarah serta Budaya Bangsa pula di dalam Dunia Pendidikan di usia yang sedini mungkin.

Disaat Negara lain sedang berlomba-lomba untuk menanamkan Ideologi dan Dasar Negaranya serta Sejarah juga Budaya Bangsanya pula, kita yang disini terlena oleh "Euphoria Pasca Reformasi". Sehingga lambat-laun Jati Diri dan Integritas dari Bangsa yang tercinta ini, akhirnya menjadi hilang. Apakah ini agenda dari Pihak Asing untuk menghilangkan Bangsa Besar kita ataukah kelalaian dari diri sendiri? Haruslah dicari jawabannya!

Pancasila sebagai Ideologi dan Dasar Negara serta Sejarah juga Budaya Bangsa kita pula adalah hal-hal yang paling terpenting yang sama sekali tidak dapat dipisahkan dari kehidupan Berbangsa sekaligus Bernegara. Seluruh generasi dan golongan yang ada, haruslah mampu untuk memahami hal ini. Sehingga Bangsa kita ke depan nantinya, bisa memiliki Jati Diri dan Integritas yang sejati.

Marilah kita lebih mempererat lagi persatuan dan kesatuan Bangsa. Saling bergandengan-tangan, bersatu-padu dan bahu-membahu demi kebaikan Tanah Air yang tercinta serta saudara Sebangsa. Janganlah mau diadu-domba, apalagi dipecah-belah oleh siapapun. Kita adalah Bangsa Besar yang hebat dan jikalau selalu bersatu, maka tidak bakalan pernah ada yang mampu untuk mengalahkannya.

Charles E. Tumbel.

--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---