Rabu, 30 Mei 2012

Seperti Jaman Al Capone.

Ada pepatah lama mengatakan bahwa “Sejarah Pasti Akan Berulang” ternyata bukan hanya isapan jempol belaka. Melainkan sebuah proses alami yang bisa terjadi pada setiap orang, pada saat tertentu di titik dari sebuah proses tertentu. Hal tersebut tidak hanya bisa terjadi pada diri manusia secara individu saja, tetapi juga pada manusia yang hidup secara berkelompok. Termasuk juga pada sebuah Negara yang merupakan suatu tempat dimana hidup banyak orang dari beraneka ragam latar belakang yang pastinya mempunyai berbagai macam kebiasaan, sifat dan kepribadian pula.

Masa Transisi.
Dengan berkembangnya jaman pada saat ini, terutama dengan majunya teknologi dan bertambah banyaknya pula jumlah populasi manusia dimuka bumi ini, pastilah akan membawa sebuah dampak. Dampak itu sendiri tentu ada yang positif, tapi juga ada yang negatif. Namun jika suatu wilayah yang terbatasi oleh luas, potensi dan sumber dayanya itu dipenuhi oleh jumlah populasi dari penduduk yang sudah sangat berlebihan sedangkan segi hukum, agama, budaya, etika serta moralnya tidak benar-benar dipergunakan sebagai pegangan / landasan hidup pada masyarakatnya, maka kebobrokan prilaku pasti akan sangat mewarnai kehidupan masyarakat yang tinggal di wilayah itu. Hal ini tentu saja akan membawa kehancuran pada wilayah tersebut.

Negara kita Indonesia tercinta yang terkenal diseluruh dunia dengan Etika dan Budaya Nusantaranya yang tua, tinggi serta luhur juga tidak bisa luput dari dampak negatif ini, jika kita tidak segera menyadarinya. Reformasi yang telah membawa banyak perubahan terutama perubahan pada cara pandang tentang makna dan arti dari sebuah kata Demokrasi, yang mana sebelumnya ada tapi tidak dijalankan secara murni dan sungguh-sungguh, menimbulkan dampak yang sangat besar bagi pembelajaran politik tentang Demokrasi itu sendiri.

Dulu Negara kita tercinta ini menggunakan istilah Demokrasi Pancasila yang merupakan perubahan dari istilah sebelumnya yaitu Demokrasi Terpimpin. Meskipun dari kedua istilah ini tadi sebenarnya tidak ada banyak perubahan secara nyata dalam implementasi ber-Demokrasinya, sebab kekuasaan tertinggi (baca: kedaulatan) tetap ada pada Penguasa Negara, bukan pada Rakyat yang sejatinya adalah Pemilik dari sebuah Negara itu sendiri. Dan dengan adanya suatu gerakan yang dinamakan / menamakan dirinya Reformasi ini, yang pada akhirnya telah berhasil menggantikan Kepemimpinan sebelumnya dengan menggunakan slogan serta simbol perubahan dari cara ber-Demokrasi di dalam Gerakan tersebut, juga ditambah lagi dengan kejenuhan dan kebosanan masyarakat terhadap Kepemimpinan yang tidak pernah berganti dalam jangka waktu yang sangat lama maka otomatis menjadi sebuah “Angin Segar” dalam kehidupan Bernegara di Negeri kita tercinta ini saat pada itu. Baik utamanya pada para pelaku politik itu sendiri, ekonom maupun masyarakat umum secara luas.

Nah, disinilah Roda Demokrasi itu mulai berjalan dan mencari satu bentuk yang tepat dalam penggunaan mekanisme ber-Demokrasi yang sesuai dengan karakter Bangsa Indonesia kita tercinta ini. Masa inilah yang kita sebut dengan Masa Transisi atau Masa Perpindahan atau Masa Proses Perubahan Menuju Demokrasi Nusantara, masa yang sebenarnya sangat rawan dan kritis dalam segala bidang.

Teori Ikan Lele.
Bila digambarkan seperti aliran air yang berada didalam pipa yang sudah sekian lama tersumbat lalu tiba-tiba sumbatan itu mendadak terbuka, maka pasti secara langsung air yang berada didalam pipa tersebut akan menimbulkan gejolak aliran yang sangat deras dan membawa semua kandungan yang ada didalam pipa. Mungkin itulah gambaran yang terjadi di Negeri kita tercinta saat ini. Demokrasi Pancasila yang sebenarnya hanyalah sekedar sebuah nama baru dari Demokrasi Terpimpin yang sebelumnya telah dipergunakan oleh Penguasa terdahulu di Negara kita tercinta ini. Untuk dijadikan semacam kedok dalam mengelabui rakyat dari ambisinya sebagai seorang diktator yang haus akan kekuasaan penuh, supaya dapat menguasai (baca: memiliki) Negara secara mutlak bak seorang Raja.

Dengan berakhirnya jaman Demokrasi “Pura-Pura” ditangan rakyat sipil yang menamakan dirinya Kaum Reformis ini, membuat gejolak dan harapan baru pada sebuah perubahan yang diharapkan sesuai dengan keinginan masyarakat luas menjadi sangat tinggi. Seperti air yang mengalir dengan deras dan membawa semua kandungan yang ada didalamnya untuk keluar dari pipa, maka proses perubahan yang terjadi di Negara kita tercinta ini juga akhirnya memunculkan begitu banyak aspirasi yang mungkin dulunya telah lama terpendam atau terbungkam. Gejolak karena perubahan yang terjadi ini juga menimbulkan euphoria-euphoria bervariasi pada seluruh lapisan masyarakat.

Sayangnya, gerakan perubahan yang berdampak sangat besar pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara ini tidak dipersiapkan dengan baik, konsisten dan mempunyai formula pasti yang tepat untuk bisa menggantikan sistem pada Kepemimpinan yang sebelumnya terlebih dahulu. Sehingga pada akhirnya yang ada hanya “Sistem Coba-coba” dan silih berganti berubah mengikuti suksesi Kepemimpinan yang sedang terjadi. Memang tidak mudah untuk merubah suatu kebiasaan yang sudah begitu lama terjadi, apalagi bila hal tersebut sudah menjadi semacam tradisi. Pola Kepemimpinan terdahulu yang bersifat represif dan menonjolkan simbol-simbol tertentu untuk dijadikan kebanggaan semu para aparatur Negara, serta keseragaman baik dalam berpenampilan maupun juga dalam bertindak dari setiap aparaturnya, tentu tidak mudah untuk begitu saja dirubah apalagi dihilangkan. Didalam ketidak-pastian sistem yang ada inilah, akhirnya muncul spekulan-spekulan dari kaum opportunist yang ingin memanfaatkan ketidak-pastian sistem atau situasi atau keadaan yang biasa disebut dengan Teori Ikan Lele.

Ikan Lele bisa hidup dan berkembang biak dengan baik di air yang sangat keruh, sebab mungkin malah di air keruh itulah ikan Lele akan hidup dengan berkelimpahan makanan. Semakin bertambah keruh air yang ada, maka semakin bertambah banyak pula makanan yang dapat disantap oleh ikan Lele tersebut. Begitulah kurang lebih penjabaran dari Teori Ikan Lele. Pada dasarnya setiap manusia pasti memiliki sifat opportunist, namun pengendalian diri dengan menggunakan etika, moral dan agama sajalah yang akan membuat manusia mampu untuk bisa mengendalikan dirinya agar tidak menjadi opportunist. Meskipun hal ini pastinya juga tak lepas dari karakter individu yang berbeda-beda sesuai dengan latar belakang, ilmu, pengetahuan, wawasan dan pengalaman yang membentuk dirinya.

Seperti Jaman Al Capone.
Di jaman yang tidak pasti, politik dan ekonomi yang tidak stabil serta kebijakan yang mudah berubah-ubah sesuai dengan kehendak dari Pemimpin yang sedang berkuasa, akan menimbulkan banyak celah dan kesempatan yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak opportunist untuk mencari keuntungan di “air keruh”. Ditambah lagi dengan ketidak-siapan yang disebabkan oleh tradisi dari aparatur Negara yang telah begitu lama dibentuk dan dibiasakan dengan pola pendekatan yang represif kepada masyarakat, sehingga menimbulkan ketidak-mampuan untuk menjalankan Demokrasi yang seutuhnya pada saat ini.

Demokrasi seutuhnya yang bisa dikatakan datang tiba-tiba dan belum memiliki konsep pasti yang dipersiapkan sebelumnya, membuat para aparatur Negara juga bingung dengan tindakan dan gaya yang harus mereka jalankan dalam berhubungan dengan masyarakat luas. Tentunya, karena pada jaman sebelumnya yang otoriter mereka telah dibentuk dan dibiasakan dengan pola represif begitu lama, maka pasti ada sebagian golongan dari aparatur Negara yang masih ingin mempertahankan pola ini. Entah karena belum tahu caranya (Demokrasi) atau memang senang dengan cara yang lama sehingga tetap ingin mempertahankan cara lama itu atau bahkan mungkin sudah terlanjur frustasi karena ada cara baru yang dianggap tidak membanggakan diri mereka lagi, yang merasa sudah menjadi penguasa / pejabat seperti pada jaman penjajahan dulu. Apalagi pada jaman itu mereka tidak bisa dikritik oleh masyarakat dan dengan pola represif akan lebih mudah serta instan dipergunakan daripada pola persuasif demokratis yang harus selalu melalui berbagai tahapan dan prosedur.

Karena berbagai faktor permasalahan inilah maka terjadi banyak celah yang dapat dimanfaatkan oleh kaum opportunist, baik opportunist dari kalangan aparatur itu sendiri maupun dari kalangan masyarakat umum serta pihak asing. Sehingga akhirnya terjadilah “kerjasama-kerjasama“ untuk memanfaatkan celah dan jika tidak ada celah lagi maka mereka yang akan membuat celah itu sendiri agar bisa dipergunakan / dimanfaatkan demi kepentingan mereka sendiri. “Kerjasama” dalam memanfaatkan celah inilah yang menambah permasalahan di semua bidang dan merusak sistem Demokrasi seutuhnya serta berjalannya Gerakan Reformasi di Negara kita tercinta ini.

Kejadian-kejadian yang terjadi saat ini, sebenarnya pernah terjadi di Negara lain, yaitu Amerika Serikat pada awal 1900. Yang salah satu kejadian terbesarnya adalah dimana seorang penjahat yang sangat kejam bernama Al Capone bisa menjadi orang penting (Walikota) di suatu Kota berkat “kerjasama”-nya dengan aparat-aparat yang bejad dan korup. Untungnya pada saat itu sebagian besar dari rakyat Amerika memiliki kesadaran dan komitmen yang tinggi akan Demokrasi serta Supremasi Hukum, termasuk Presiden-nya. Sehingga akhirnya para opportunist yang telah merusak Negara dan merekayasa Demokrasi serta Supremasi Hukum untuk kekayaan pribadi itu dapat dibasmi demi kemajuan Negara dan kemakmuran Rakyat Amerika pada saat itu. Mungkin saat ini, kita sedang mengalami masa seperti di masa Jaman Al Capone saat itu, dimana semua bisa direkayasa dan diputar-balikan dengan uang. Namun jika kita semua telah menyadari hal ini dan dengan berani, saling bahu-membahu serta membangun komitmen yang sama untuk mengadakan perubahan / reformasi agar Negara kita tercinta ini bisa lebih baik, maju, sejahtera, adil, makmur, bermartabat dan berdaulat, maka jaman gila ini juga pasti akan bisa terlewati.

Negara kita tercinta yang amat subur, kaya raya, berbudaya tinggi dan terkenal dengan keberanian dari masyarakatnya yang sangat ramah ini adalah suatu modal besar yang tidak dimiliki oleh Negara lain. Apalagi kita telah membuktikannya dengan Perjuangan Kemerdekaan Bangsa kita pada tahun 1945. Semoga kita semua segera menyadari kondisi yang sedang terjadi pada saat ini dan mampu untuk mengambil suatu langkah berani, tepat serta bijak dalam melakukan sebuah perubahan yang lebih nyata. Karena sebenarnya kejadian ini memang merupakan sebuah proses alami yang harus kita lewati, namun hanya bisa berhasil terlewati apabila kita semua mau untuk bersama-sama turut berperan serta didalamnya. Semoga Allah SWT berkenan untuk senantiasa meridhoi perjuangan kita semua, Aamiin.

--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---