Senin, 22 April 2019

Si Guru Biadab / Bejat.

Dulu pada saat saya masih sekolah (sengaja tidak saya sebutkan tingkatan dan nama sekolahnya, tetapi teman-teman dekat pasti sudah tahu cerita ini), ada seorang Guru Pria yang sangat biadab / bejat meskipun gaya, penampilan dan cara bicaranya sangat santun serta penuh canda-ria yang menyenangkan bagi anak-anak kecil, teman sekolah pada waktu itu.

Kenapa saya sebut biadab / bejat? Karena Guru tersebut sangat sering meraba, memegang, merayu, menggoda, meremas dan hal-hal yang amat sangat tidak pantas dilakukan oleh seorang pria dewasa apalagi sebagai guru / pendidik kepada bocah-bocah yang masih ingusan, polos, lugu serta tidak berdosa.

Apapun alasannya, itu adalah sebuah dosa besar, kejahatan yang hina dan kegilaan!

Sebenarnya saya sudah sering melihat Guru tersebut melakukan hal ini, tetapi dari kejauhan (tidak dari jarak dekat). Dan saya juga sudah pernah mengingatkan yang bersangkutan untuk tidak melakukan tindakan biadab / bejat serta tidak senonoh seperti itu lagi.

Namun hal tersebut malah membuat saya dimusuhi olehnya dan beberapa guru lainnya.

Saya bukan orang baik apalagi benar, tetapi saya manusia biasa yang memiliki prinsip dan hati nurani. Saya tidak bisa melihat ketidak-adilan, kemunafikan dan hal-hal yang menyimpang lainnya apalagi yang terjadi di depan mata kepala sendiri.

Kalau saya hanya diam, pura-pura tidak tahu dan tidak berbuat apa-apa maka saya termasuk bagian dari mereka. Itu bukan diri saya dan saya juga tidak mau menjadi bagian dari orang yang sakit jiwa serta penjahat kelamin.

Suatu ketika, di saat saya sedang berada di Kantin sambil asyik mengobrol dengan beberapa teman dekat (masa itu Kantin Sekolah dipindahkan sementara ke Gedung Kesenian karena ada pembangunan gedung baru), terlihat Si Guru tersebut berjalan mengelilingi area Kantin sambil menyapa, berbicara, bercanda-tawa dan tentu saja juga sambil melakukan aksi biadab / bejat serta tidak senonohnya itu kepada para Siswi.

Saya mendengar dan melihat sendiri ada Siswi (korban, sebut saja Mawar atau Melati tetapi bukan nama sebenarnya) yang berteriak, kaget, marah, ketawa, pergi, menjauh dan lain sebagainya.

Saya juga mendengar dan melihat sendiri, ada teman pria atau Siswa yang malah ikutan memegang, menggoda, menyoraki, pergi, menjauh dan lain sebagainya.

Terus terang saat itu hati saya menangis, menjerit dan tersakiti.

Tidak semua korban ataupun saksi kejadian marah. Malah ada yang ikut-ikutan juga tertawa-tawa senang (mungkin otaknya low watt, tidak peduli atau memang sama gilanya) karena Si Guru biadab / bejat ini memang pandai berpura-pura, memuji, merayu, mengalihkan perhatian dan membuat suasana yang menyenangkan bagi anak-anak yang masih polos, lugu dan tidak berdosa itu (biasanya dengan mengajak bermain, menggoda, memberi perhatian khusus, bercanda, membahas sesuatu dll).

Sehingga kebanyakan dari siswa dan siswi juga termasuk Si Korban tidak merasakan serta menyadari bahwa disana sedang terjadi pelecehan sexual, pengrusakan moral sekaligus penghancuran masa depan seorang bocah yang tidak berdosa.

Ini jelas sebuah tindakan yang amat sangat biadab / bejat, kejam, tidak berperikemanusiaan, dosa besar dan jahat, yang tidak dapat juga tidak boleh ditoleransi oleh siapapun pula.

Hati saya serasa bagaikan bara api, membakar dan menjalar ke seluruh urat nadi, mulai ujung kuku di kaki sampai dengan ujung rambut di kepala menjadi panas sekali.

Saya terdiam sejenak tetapi sambil terus mengamati aksi Si Guru biadab / bejat ini. Dalam hati berharap dia melakukan tindakan biadab / bejat dan tidak senonohnya itu langsung di dekat saya, agar saya memiliki alasan untuk melakukan sebuah tindakan.

Saya berjalan mendekati seorang teman wanita yang menurut dugaan saya akan menjadi korban yang selanjutnya, karena dia (Si Guru) terus berjalan mengelilingi kantin dan terus melakukan aksinya.

Dugaan saya ternyata benar, Si Guru biadab / bejat itu memang menghampiri teman wanita yang sedang mengobrol dengan saya.

Dan sejenak setelah memuji serta menggoda, dia (Si Guru biadab / bejat) itu merogoh kantong baju (maaf, yang ada di dada) untuk mengambil sapu tangan teman wanita saya sambil berdalih kalau sapu tangannya akan terjatuh.

Sontak teman wanita saya tadi menjerit dan lari meninggalkan tempat.

Bersamaan dengan jeritan teman wanita tadi, tanpa tersadar tangan saya sudah melayang ke tubuh Si Guru biadab / bejat itu. Setelah memukul tubuhnya, saya mencekik lehernya sambil memaki-maki dia.

Teman-teman yang ada di sekitar langsung panik dan kaget serta berusaha memisahkan kami. Saya tetap mencekik lehernya sambil menarik tubuh Si Guru biadab / bejat itu tadi untuk membawanya keluar sekolah. Namun guru-guru yang lain datang dan segera memisahkan kami.

Singkat cerita, saya dipanggil ke Ruang Kepala Sekolah dan disana saya dimaki-maki oleh Sang Kepala Sekolah karena dianggap telah menganiaya seorang guru.

Semua penjelasan ditolak mentah-mentah dan saat itu saya akan dikeluarkan dari sekolah tersebut.

Saya sangat marah dan mengatakan kepada Sang Kepala Sekolah bahwa apabila dikeluarkan maka saya akan melaporkan kepada pihak yang berwajib serta menceritakan peristiwa juga kelakuan oknum guru di sekolah tersebut kepada semua media massa.

Sang Kepala Sekolah bertambah marah kepada saya, namun salah satu guru yang ada di ruangan itu menengahi kami. Akhirnya diambil jalan damai, saya dan Si Guru biadab / bejat itu dipertemukan serta didamaikan.

Setelah itu, semua kegiatan sekolah kembali normal dan sayapun melanjutkan belajar sampai hari kelulusan.

Pada waktu hari kelulusan sekolah diumumkan, saya mendapati diri saya dinyatakan tidak lulus. Saya sangat terkejut, karena meskipun bukan termasuk anak yang pandai di kelas namun saya juga tidak bodoh-bodoh amat (maksudnya amat bodoh).

Saya menemui Kepala Sekolah untuk menanyakan hal tersebut. Ternyata Sang Kepala Sekolah malah menulis di Rapot bahwa saya tidak lulus sekaligus dikeluarkan dengan tidak hormat karena kelakuan tidak baik.

Keluar dari Ruang Kepala Sekolah, saya memecahkan jendela, aquarium, kaca-kaca, pintu-pintu dan memukul beberapa guru yang menghardik, juga beberapa teman yang menertawakan.

Kemudian saya diamankan di Polres yang kebetulan berada di seberang Sekolah. Namun sore harinya setelah saya tenang dan telah membuat pernyataan yang disaksikan oleh wali dari orang tua, akhirnya diperbolehkan pulang.

Ternyata dendam Si Guru biadab / bejat dan Sang Kepala Sekolah kepada saya, masih tersimpan sangat rapi di dalam hatinya masing-masing.

Setelah itu saya mengulang kelas lagi di beberapa sekolah (tepatnya sebanyak 9 kali pindah sekolah karena kesulitan mendapatkan surat keterangan pindah resmi dari sekolah yang lama sekaligus karena adanya "catatan" yang tidak semestinya di Rapot saya).

Dan akhirnya lulus dari sekolah yang lain serta menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sebelum kemudian pindah ke luar negeri.

Hampir 8 tahun saya hidup di luar negeri dan pernah tinggal di beberapa Negara, kemudian saya memutuskan untuk kembali ke Tanah Air yang tercinta.

Bagaimanapun juga, "Daripada Hujan Emas Di Negeri Orang, Lebih Baik Hujan Batu Di Negeri Sendiri".

Saya pulang kembali ke kota asal yang tercinta, "Kota Pahlawan" Surabaya dan berkeliling kota untuk melihat perkembangan serta kemajuan dari kota tercinta yang telah lama saya tinggalkan.

Saat sedang berjalan-jalan di salah satu Mall baru, tanpa disengaja saya bertemu kembali dengan Si Guru biadab / bejat itu lagi.

Saya sudah memaafkan peristiwa yang dulu pernah terjadi, meskipun Si Guru biadab / bejat sepertinya sangat kaget saat melihat wajah saya.

Saya menyapanya, bersalaman dan menanyakan kabarnya. Diapun juga membalas sapaan saya, menjabat tangan dan menanyakan kabar saya kembali. Akhirnya kita mengobrol santai dan suasana tegangpun menjadi cair.

Di tengah obrolan santai, saya menyindir dia dengan menanyakan berapa ribu anak yang sudah menjadi korbannya. Dia tertawa tanpa beban dan dosa serta anehnya sekaligus juga mirisnya, dia malah menanyakan kabar teman-teman sekolah saya yang wanita yang dulu pernah menjadi korbannya.

Seolah apa yang pernah dia lakukan dulu itu adalah hal yang wajar-wajar saja dan juga seakan dia ingin mencari lagi teman-teman sekolah saya dulu yang wanita untuk bisa dijadikan korbannya lagi.

Padahal sebagian besar dari teman sekolah saya dulu, saat itu sudah berumah tangga.

Saya merasa amat sangat jijik dan melihat ada gangguan jiwa pada diri mantan Guru saya yang memang dari dulu biadab/bejat tersebut.

Sebelum emosi naik lagi, saya memutuskan untuk berpamitan dan meninggalkan dia. Sejak saat itu saya tidak pernah bertemu lagi dengannya dan juga tidak mengharapkan untuk bertemu kembali dengannya.

3 atau 4 tahun yang lalu, saya mendapatkan berita dari mantan teman sekolah dulu bahwa Si Guru biadab / bejat tersebut telah meninggal dunia karena penyakit langka yang tidak dapat diobati. Terus terang dalam hati saya bersyukur dan sama sekali tidak ada doa untuknya.

Kalaupun ada doa untuknya, maka saya akan mendoakan semoga dia mendapatkan tempat yang terdalam di neraka jahanam. Karena dia telah banyak melecehkan, merusak dan menghancurkan masa depan dari anak-anak yang tidak berdosa yang notabene adalah muridnya sendiri.

Sampai saat ini saya sendiri masih tidak habis pikir, kok ada ya seorang guru yang biadab/bejad seperti itu.

Makanya saya selalu heran apabila ada seseorang yang mengaku sebagai seorang guru tetapi bergaul sangat akrab (tidak punya wibawa) dengan muridnya, apalagi jikalau muridnya itu lawan jenisnya dan terus "mengejarnya" sampai dia telah tumbuh dewasa serta sudah berumah tangga.

Pertanyaan saya adalah,
- Apakah Si Guru itu "terlalu baik" sehingga tidak dapat melupakan muridnya meskipun jumlahnya ratusan atau bahkan ribuan?
- Atau apakah Si Guru itu kurang pergaulan sehingga harus bergaul dengan murid-murid dan mantan-mantan muridnya saja?
- Ataukah Si Guru itu tergolong biadab / bejat dan penjahat kelamin yang berusaha untuk terus menutupi kebobrokannya dulu sambil mencari kesempatan di dalam kesempitan?
Suatu saat pasti akan ada jawabannya dan juga balasannya pula.

Semoga cerita saya ini dapat menjadi pelajaran, manfaat dan bahan renungan untuk semua pihak yang telah membacanya.

Tidak ada sama sekali niatan, maksud dan tujuan saya untuk menjelekkan ataupun memojokkan seseorang.

Cerita ini berdasarkan pada kisah nyata dan pengalaman hidup yang akhirnya menjadi pelajaran berharga untuk diri saya sendiri.

Terima kasih banyak karena telah berkenan untuk membaca cerita saya ini sampai dengan selesai.

Charles E. Tumbel.

Catatan:
- Saya juga korban pelecehan sexual (dari lawan jenis) sewaktu masih berumur 5 - 6 tahun (mungkin karena terlalu cakep ya, ah bisa saja!). Jadi saya punya kebencian pribadi terhadap orang-orang yang semacam ini dan siap mempertaruhkan nyawa demi menyelamatkan masa depan anak-cucu kita.

--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---