Rabu, 20 Juli 2016

Bukan Satrio Piningit Apalagi Ratu Adil, Tetapi Hanya Goro-Goro.

Sistem Demokrasi di Negara kita yang tercinta pada saat ini sudah berjalan dengan amat sangat baik. Malahan bisa dikatakan amat sangat terlalu baik, sehingga kesannya menjadi seperti tidak terkendali.

Buktinya pada saat ini kita bisa berbicara apa saja, seenaknya diri kita sendiri tanpa takut ditangkap. Termasuk mau pro Si A ataupun Si B, tidak ada yang mengatur apalagi melarangnya.

Mau menghujat siapapun tidak ada lagi yang merasa tabu apalagi sungkan, lebih lagi malu. Walaupun hal tersebut pasti bakal diminta pertanggung-jawabannya, baik di dunia saat ini maupun di akherat kelak.

Mau bilang Si A begini dan Si B begitu, bebas-bebas saja. Meskipun hal seperti itu seyogyanya harus bisa dibuktikan secara hukum. Sehingga tidak menjadi cuma asal menuduh dan fitnahan belaka.

Secara garis besar, Sistem Demokrasi kita sudah berjalan dengan amat sangat baik. Walaupun acapkali kebablasan dan membuat orang bukan saja berani untuk berbicara, tetapi malah keterlaluan berbicaranya.

Pemilihan Presiden (Pilpres) adalah ajang yang terbesar dan terpenting (Agenda Negara) setiap 5 tahun sekali. Momen yang paling ditunggu-tunggu dan dinantikan oleh seluruh Warga Negara Indonesia.

Memilih seorang Pemimpin apalagi setingkat Kepala Negara, bukan hanya berdasarkan kepada masalah suka ataupun tidak suka terhadap sosok maupun penampilan luarnya semata.

Tetapi lebih kepada karakter, kemampuan, pengalaman, latar-belakang, kenegarawanan, kebijaksanaan serta visi-misi atau pandangan dan tujuan yang akan dilaksanakannya setelah terpilih nanti.

Mau dibawa kemana dan diapakan saja kita ini nanti olehnya? Bukan dibawa kemana dan diapakan kita ini nanti olehnya mau saja! Itu Prinsip Utama kita di dalam memilih seorang Pemimpin.

Kita semua tentunya sudah sangat memahami bahwa setiap orang pasti memiliki "jago" dan idolanya masing-masing. Itu adalah hal yang amat sangat wajar, lumrah dan normal sekali.

Tetapi akan menjadi suatu hal yang amat sangat tidak wajar, lumrah dan normal tatkala sudah terlalu diagungkan bagaikan manusia tanpa dosa atau dewa. Sehingga yang lainnya akan dimusuhi, bahkan dibenci setengah mati.

Fenomena ini tidak hanya terjadi pada rakyat jelata yang masih terbatas pengetahuan politiknya. Namun juga terjadi pula pada "Orang Penting" yang semestinya sudah mumpuni pengetahuan politiknya.

Dulu kita mengagumi para "Orang Penting" seperti Rohaniawan, Profesor, Menteri, Gubernur, apalagi Jenderal. Meskipun pada hakekatnya adalah manusia biasa yang pastinya memiliki kelebihan dan kekurangan.

Dulu mereka juga saling menghormati, menghargai, menjaga, sungkan, segan, sopan, santun dan hal-hal positif lainnya yang bisa dijadikan suri teladan pula bagi kita semuanya sebagai masyarakat awam.

Tetapi akhir-akhir ini menjelang Pilpres 2014, mendekati pergantian kepemimpinan, akan tibanya jabatan lowong, supaya tetap bisa berada di lingkaran kekuasaan dan kekalnya upeti serta kekayaan maka mereka yang tadinya dikagumi itu sepertinya sudah lupa kepada jati dirinya sendiri.

Mereka saling mencibir, mengolok, menghina, melecehkan, menjatuhkan, memfitnah, membuka aib dan hal-hal yang negatif lainnya seakan tidak ada dampak ataupun akibat yang akan terjadi lantaran tingkah-polahnya itu. Serta seolah telah lupa akan jabatan dan pangkat yang dulu pernah disandangnya.

Untung Panglima TNI dan Kapolri bersikap netral. Seandainya Beliau berdua ikut memihak, maka terjadilah "Perang Saudara" cuma gara-gara 2 kelompok yang ingin memenangkan calonnya untuk menjadi Presiden belaka.

Ini sebenarnya bukanlah suatu bentuk dari sebuah Kemajuan. Namun malahan suatu bentuk dari sebuah Kemunduran. Sistem Demokrasi sudah amat sangat baik, tetapi moralitas yang malahan turun.

Sangat disayangkan. Karena mereka yang seharusnya menjadi suri teladan, malahan memberikan contoh yang buruk. Apakah Sistem Demokrasi seperti ini yang diharapkan? Tentu saja tidak!

Negara kita yang tercinta ini adalah Negara Besar yang berdaulat. Baik dari wilayah, penduduk maupun kekayaannya. Sehingga haruslah selalu bersatu sekaligus menjaga harkat dan martabatnya.

Banyak Negara yang iri kepada Negara kita dan ingin menguasai kekayaannya. Sehingga terus-menerus berusaha untuk merusak, terutama dengan cara mengadu-domba dan memecah-belah.

Kita semuanya harus selalu sadar, ingat dan waspada agar tidak bisa dirusak oleh Negara lain. Kita membutuhkan Pemimpin yang jujur, bersih, sungguh-sungguh, berani dan mampu mempersatukan.

Janganlah sampai kita mau diadu-domba atau bahkan mengadu-domba Bangsa sendiri hanya untuk sesuatu hal yang masih belum pasti dan cuma demi kepentingan pribadi serta kelompok sendiri semata.

Presiden atau Kepala Negara kita nantinya haruslah seseorang yang negarawan, berkebangsaan, mumpuni, berani, tegas, berwawasan luas dan tidak mudah dipengaruhi oleh Negara lain.

Sejarah berulang kali mengajarkan kepada kita tentang politik dan selalu saja hal itu terulang kembali. Bagaikan orang pandir yang tidak mau belajar dari pengalaman yang sudah pernah terjadi.

Situasi pada saat ini seperti di akhir tahun '50-an atau di awal tahun '60-an. Isu SARA terus dikembangkan untuk kepentingan politik, sehingga Negara lain bakal dengan sangat mudah untuk memanfaatkannya.

Kita semuanya seakan sedang terhanyut, terbawa arus dan terlena dengan hiruk-pikuk dari kepentingan politik. Akhirnya menjadi lupa pada jati diri sejati yang asli milik dari Bangsa kita sendiri.

Sekali lagi untung TNI dan POLRI netral. Karena pertahanan terakhir dari kedaulatan Bangsa serta Negara kita yang tercinta ini sepenuhnya ada di tangan TNI dan POLRI yang bekerjasama dengan rakyat jelata yang sadar, netral juga yang bukan partisan pula.

Semoga kita segera sadar dan tidak terbawa ke dalam Arus Permainan Politik yang hanya untuk kepentingan sesaat serta kelompok-kelompok tertentu belaka. Karena hal ini nantinya bisa mencerai-beraikan keutuhan dari Bangsa dan Negara kita sendiri.

Segala sesuatu yang tidak sehat serta bertanggungjawab yang pada saat ini terus-menerus dibangun oleh pihak-pihak tertentu, di kemudian hari bisa menjadi "Ancaman Serius" bagi keutuhan dari Bangsa dan Negara kita yang tercinta.

Dan jikalau hal ini sampai benar-benar terjadi, maka siapapun yang menjadi pemenang pada Pilpres 2014 nanti bukanlah seorang Satrio Piningit apalagi Ratu Adil, tetapi hanyalah sebuah Goro-Goro belaka.

Marilah kita sambut bersama Pilpres 2014 ini dengan jiwa yang besar, hati yang bersih juga pikiran yang jernih pula demi kebaikan serta kejayaan dari Bangsa, Negara dan Tanah Air yang tercinta. Merdeka! Merdeka! Merdeka!

Charles E. Tumbel.

--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---