Kamis, 29 Desember 2011

Sakera atau Pak Harto.

Negeri kita tercinta Indonesia yang terdiri dari belasan ribu pulau yang sangat indah, kaya dan subur adalah anugerah luar biasa yang dititipkan Allah SWT kepada kita rakyat Indonesia yang harus benar-benar kita jaga, lestarikan serta pergunakan secara bijaksana, bertanggungjawab dan sebaik-baiknya. Bak gadis cantik rupawan yang bertubuh indah, molek, santun dan sehat jasmani tentunya harus betul-betul dirawat, dipelihara serta dieman. Logikanya sesuatu yang di atas rata-rata pasti akan lebih bernilai dan berharga dibanding dengan yang hanya rata-rata saja, apalagi yang di bawah rata-rata. Dan jika dinilai dengan materipun, pasti harganya lebih mahal dari yang di bawahnya. Tidak sepantasnya hal yang sangat istimewa ini diperlakukan seperti hal yang tidak berguna, rendah apalagi sampai diobral seperti tidak berharga dan tidak ada nilainya. Meskipun juga bukan berarti kita harus sombong, berlebihan atau lupa diri. Demikian pula dengan Negeri kita tercinta Indonesia yang telah Merdeka sejak 66 tahun silam ini.

Dulu disaat jaman kerajaan-kerajaan terutama di jaman kerajaan Mojopahit, Negara kita tercinta Indonesia yang dinamakan Nusantara adalah Negara besar dan tempat para  ksatria yang tersohor di muka bumi ini. Selain wilayahnya yang besar, penduduknya yang padat, kaya, subur, indah, banyak cendekiawan juga ahli-ahli dibidangnya terutama pertanian, perkebunan, pertukangan, seni dan sastra. Namun kebesaran Bumi Nusantara ternyata tidak cukup kuat untuk mempertahankan wilayah Nusantara pada saat itu. Kekuatan dari Negara-negara besar lain yang telah mengenal Bumi Nusantara karena kekayaannya yang melimpah, telah mulai masuk dan menggerogoti wilayah Nusantara. Pedagang asing yang awalnya hanya membeli atau bertukar / barter komoditi hasil bumi sudah bertambah serakah dan tidak mau lagi hanya dengan sekedar membeli atau bertukar / barter komoditi hasil bumi saja, akan tetapi sudah mulai berusaha untuk menguasai tanahnya juga. Perlahan tapi pasti mereka terus berusaha menguasai sebagian besar wilayah di Bumi Nusantara ini terutama tempat-tempat penting dan strategisnya. Sampai akhirnya mereka berhasil menguasai seluruh tempat-tempat penting dan strategis di Bumi Nusantara sehingga berubahlah nama Bumi Nusantara tercinta ini menjadi Hindia-Belanda, setelah Belanda berhasil menyisihkan Negara-negara lain yang menjadi saingannya, yang juga ingin menguasai Bumi Nusantara pada saat itu. Lalu setelah itu Belanda mendirikan usaha dagang yang dinamakan VOC.




Dampak Penjajahan Hindia-Belanda Dulu dan Dikeruknya Harta Kekayaan Kita Lagi.


Setelah usaha dagang yang bernama VOC itu berdiri, maka secara otomatis Belanda menguasai seluruh hasil bumi yang dimiliki oleh Ibu Pertiwi. Atau dengan kata lain menjajah negeri kita tercinta ini. Tidak cukup hanya menguasai hasil bumi saja, tapi Belanda juga membangun benteng-benteng pertahanan, mengirim tentara dari negaranya, juga melatih bangsa kita sendiri saat itu untuk dijadikan tentara, pegawai serta buruh mereka. Tugasnya jelas untuk menjaga, menjalankan dan mengawasi kepentingan penjajah Belanda di Negara kita tercinta ini, terutama dalam menguasai hasil bumi milik kita yang diperdagangkan ke Negara-negara lain oleh mereka. Dalam menjaga dan mengawasi kepentingan Belanda, tentunya yang menjadi musuh terbesar saat itu adalah bangsa kita sendiri. Jadi pada saat itu, bangsa kita yang dijadikan alat untuk menjaga, menjalankan dan mengawasi kepentingan Belanda, yang notabene adalah bangsa asing, didalam Negara kita sendiri untuk menindas bangsa kita sendiri, luar biasa! Herannya lagi, mereka yang saat itu menjadi bawahan penjajah Belanda malah sangat bangga dan merasa terhormat dengan status atau kedudukannya, hingga mau memusuhi bangsanya sendiri dan membantu bangsa asing yang sedang merampok kekakayaan alam negaranya sendiri.
Sampai saat inipun, mungkin turun-menurunnya masih tetap ikut merasa bangga dengan status atau kedudukan nenek-moyangnya dulu. Padahal yang sebenarnya mereka dulu hanya diperalat, dimanfaatkan dan diadu-domba saja oleh para penjajah yang serakah itu. Semuanya ini dapat terjadi hanya karena "kecerdikan" Belanda dalam membangun kebanggaan palsu dan memutar-balikkan logika kita kala itu, terutama dengan cara menggunakan jurus jitu politik mereka, yaitu devide et empera. Jadi akhirnya sesuatu yang salah dan mungkin saja sangat kejam, malah menjadi hal yang tampaknya membanggakan dan terhormat untuk kita. Mungkin hal ini pula yang menyebabkan banyak orang kita di jaman sekarang, yang masih juga merasa bangga jika bisa ikut bekerja pada perusahaan asing daripada ikut bekerja di perusahaan milik dalam negeri sendiri. Padahal sudah jelas tahu bahwa keuntungan yang didapat perusahaan asing tersebut adalah dari hasil mengeruk harta kekayaan alam Ibu Pertiwi kita tercinta ini, yang pastinya mereka bawa pulang ke negara asalnya sendiri untuk memakmurkan dan mensejahterakan negara serta rakyat mereka sendiri.




Merdeka, Demokrasi dan Kesejahteraan Masyarakat.


Akhir-akhir ini kita seringkali ditunjukkan dengan kenyataan yang menyedihkan bahwa area kita yang kaya dan banyak menghasilkan hasil bumi malah dikuasai oleh perusahaan asing. Mungkin bukan penguasaannya yang menjadi masalah, meskipun penguasaan itu sendiri bisa diartikan sebagai hal yang kurang tepat, mengingat kita sudah Merdeka. Tetapi cara mereka mengelola, mengatur sistematika pembagian hasil keuntungan antara rakyat setempat (atau daerah) dengan perusahaan asing serta pembatasan terhadap perusahaan asing yang kian hari kian bertambah banyak dalam mencari kekayaan di Negara kita inilah yang harus diperjelas. Dulu kita merdeka itu bertujuan agar rakyat menjadi sejahtera dengan menikmati hasil bumi dan kekayaan Tanah Air kita tercinta Indonesia ini sendiri, bukan untuk sekedar menjadi penonton apalagi hanya sekedar menjadi ‘‘tetangga’’ di kampung halamannya sendiri dengan Negara asing yang berusaha menguasai kekayaan kampung halamannya atau lain kali bisa-bisa hanya malah sekedar menjadi "tamu" dirumahnya sendiri.
Kalau ada perusahaan asing yang membangun industri / factory / pabrikasi di Negara kita, mungkin masih akan lebih baik nasibnya, sebab menambah lapangan kerja untuk masyarakat setempat. Meskipun dampak pencemaran lingkungan pasti ada, tapi hal tersebut masih bisa diantisipasi dan banyak positifnya. Tetapi kalau sumber alam atau kekayaan alam kita yang dikuasai mereka, ya secara logika saja sudah pasti harta kita yang dikurangi, apalagi harta dari alam ini tidak bisa bertambah banyak, tapi akan bertambah habis. Lebih parah lagi jika cara mereka mengeruk harta kita ini, tidak dengan cara yang benar dan masyarakat disekitarnya juga tidak diuntungkan atau dilibatkan apa-apa sama sekali, padahal itu daerah mereka serta perusahaan lokal juga tidak bisa mendapat kesempatan karena sudah terjadi perjanjian dengan perusahaan asing yang bermodal besar terlebih dahulu. Inikan seperti cara VOC menguasai negara kita di jaman dulu lagi sebenarnya.
Peristiwa beberapa waktu lalu yang terjadi di Kalimantan terhadap spesies hewan langka yang hampir punah dan asli Indonesia yang sudah mendapat pengakuan dunia Internasional, Orang Utan, terus terang sangat menyedihkan. Belum lagi peristiwa di Mesuji, Lampung dan sekarang ketambahan peristiwa di Bima, NTB sungguh-sungguh sangat memprihatinkan kita semua bangsa Indonesia. Mengapa masyarakat yang tidak bersenjata api, dihadapkan dengan senjata api yang bisa mematikan hingga menimbulkan korban jiwa. Kenapa tidak menggunakan peluru karet, gas air mata atau bahan-bahan yang tidak mematikan lainnya saja. Dimana budaya bangsa kita tercinta Indonesia yang Adi Luhung dan ada sejak ribuan tahun yang lalu itu. Bagaimanapun juga mereka semua itu rakyat Indonesia dan mereka juga berhak menyampaikan pendapatnya secara bebas sesuai iklim demokrasi yang dikumandangkan saat ini. Apalagi yang mereka ingin sampaikan itukan perihal kepentingan kesehatan, sandang, pangan dan papan yang ada di daerah mereka sendiri sesuai dengan semangat Otonomi Daerah yang sekarang ini sedang kita jalankan.


Kita patut berkabung untuk mereka dan menyudahi kekerasan-kekerasan yang sering terjadi akhir-akhir ini di Negara kita. Agar Negara kita jadi tentram serta damai untuk menuju masyarakat sipil yang sejahtera, adil dan makmur. Kekerasan bukanlah jalan keluarnya. Apalagi sekarang kita sudah demokrasi dan sipilisasi. Kekerasan hanya malah akan mengundang kekerasan dalam bentuk yang lain lagi, dendam dan kebencian saja, baik di tempat terjadinya kekerasan  itu sendiri maupun di tempat lain yang ikut mendengarnya. Jangan sampai terjadi kekerasan terus-menerus dan berlarut-larut, baik dari masyarakat maupun dari Pemerintah karena nantinya malah akan "menyebar" kemana-mana, sehingga mengganggu keutuhan NKRI kita tercinta. Apakah harus muncul tokoh dan peristiwa seperti jaman Sakera atau peristiwa seperti jaman naiknya Pak Harto dulu lagi untuk menyadarkan bangsa kita saat ini? Tentunya semua “peristiwa” akan merubah nasib perjalanan bangsa kita tercinta ini ke depan nantinya. Namun tetap keadilan, kesejahteraan, kebaikan dan kemakmuran masyarakat, bangsa serta Negara kita tercinta inilah yang harus selalu menjadi tujuan utama kita semua.

--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---