Senin, 26 Desember 2011

Pada Akhirnya Semua Juga Akan Ada Batasnya.

Jika kita mau mengingat dan mengenang kembali sejarah berdirinya NKRI tercinta, maka kita akan bisa mengambil hikmah yang sangat dalam dari perjalanan dan perjuangan panjang berdirinya Negara kita tercinta NKRI ini. Jikalau dulu Belanda selama 350 tahun telah menjajah Bumi Pertiwi Nusantara dengan merusak kebangsaan dan kesatuan Nusantara kita melalui cara Devide et Empera, maka dipertengahan tahun 1942 akhirnya kolonial Belanda sampai pada batasnya. Dimana mereka harus hengkang tunggang - langgang tanpa syarat kepada Negara yang menjuluki dirinya sendiri sebagai “Saudara tua bangsa Asia”, yaitu Jepang. Tentara Jepang yang datang pada saat itu seolah-olah bagaikan Pahlawan yang akan menyelamatkan kita, namun ternyata hanya menggantikan penjajahan di Bumi Pertiwi kita tercinta Indonesia dengan cara yang lebih kejam lagi. Meskipun Jepang melatih dan mempersiapkan rakyat Indonesia untuk membangun Negara sendiri pada saat mereka pergi atau kalah dalam Perang  Dunia II, namun mereka tetaplah penjajah yang kejam. Dan di pertengahan tahun 1945 setelah 3,5 tahun saja mereka menjajah kita, akhirnya Jepang sampai pada batasnya pula. Dimana kekuatan tentara Sekutu dengan Bom Atom-nya yang spektakuler berhasil menghancurkan kota Hiroshima dan Nagasaki sehingga membuat Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Hal tersebut mengakibatkan seluruh jajahan Jepang menjadi status quo sampai pihak tentara Sekutu tiba untuk mengambili alih kekuasaan di wilayah bekas jajahan Jepang tersebut. Pada momentum status quo yang harus dijaga dan dipertahankan oleh tentara Jepang yang telah kalah perang inilah, kita bangsa Indonesia memproklamasikan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sepeninggal penjajahan di muka Bumi Pertiwi Indonesia tercinta ini dan setelah Proklamasi Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, maka sampailah kita pada era baru dimana kita harus mengawali dan memulai kehidupan baru dalam kemerdekaan berbangsa, bernegara dan bertanah air. Meskipun pada saat itu tentara Belanda yang datang dengan cara yang sangat licik yaitu dengan membonceng tentara Sekutu yang datang ke wilayah-wilayah bekas jajahan Jepang termasuk Indonesia masih ada di wilayah Tanah Air kita, dengan maksud dan tujuan yang jelas ingin menghancurkan kemerdekaan kita serta menjajah Tanah Air kita tercinta ini lagi. Namun niat, semangat dan tekad kita untuk menapaki era baru dalam kehidupan yang Merdeka sudah tidak dapat dibendung, ditentang apalagi dihalang-halangi. Dengan demikian secara tersadari ataupun tidak, kita sebenarnya telah membuat komitmen dan membentuk fondasi yang sangat kuat untuk mengawali serta memulai kemerdekaan berbangsa, bernegara dan bertanah air. Yaitu bersatunya visi serta misi untuk meraih kemerdekaan dalam rangka mewujudkan sebuah cita-cita kehidupan yang merdeka didalam suatu Negara Kesatuan yang adil, makmur dan sejahtera.




Bung Karno Sang Proklamator Sejati.


Dekade pertama setelah Proklamasi Kemerdekaan adalah sebuah dekade yang menjadi titik akumulasi dari kepentingan berbagai kelompok yang tadinya mungkin hanya ingin menunggangi perjuangan Kemerdekaan untuk kepentingan kelompok, ideologinya sendiri atau hanya karena perbedaan pola pikir pribadi saja. Dimana pada saat itu mungkin kemerdekaan dianggap sebagai hal yang mustahil karena pengalaman masa lalu yang memperjuangkan kemerdekaan secara sporadis atau sendiri-sendiri, seperti yang telah banyak terjadi sebelumnya, juga karena perbedaan latar belakang terutama pendidikan yang mencolok karena penjajahan serta juga perbedaan ideologi. Namun kepiawaian Bung Karno yang telah sarat dengan pengalaman berharga dari pahitnya perjuangan kebangsaan, menjadikan beliau pemimpin yang ideal didalam menyelesaikan konflik kepentingan yang terjadi pada saat itu. Bung Karno yang sangat kaya pengalaman dalam perjuangan kebangsaan terutama menghadapi pihak asing, sangat memahami bila kita ingin diakui dan diperhitungkan di dunia Internasional apalagi wilayah serta potensi alam kita sangat besar, maka kita harus membangun nama dan citra politik dengan membangun komunikasi-komunikasi politik serta penyatuan politik, ekonomi dan lain-lain dengan Negara-negara yang dianggap selatar-belakang atau sevisi-misi serta bisa diajak bekerjasama dalam membangun kekuatan politik baru yang tentunya semua itu memang harus dilakukan terutama untuk mendongkrak nama serta citra Negara baru kita NKRI pada saat itu. Meskipun dalam internal Negara kita masih terjadi konflik-konflik yang terjadi akibat perbedaan ideologi, juga konflik yang terjadi dalam rangka konsolidasi dan penyamaan pola pikir maupun pola kerja, namun Bung Karno tetap fokus dan mengutamakan pembangunan nama serta citra NKRI dimata dunia Internasional yang memang sangat penting pada saat itu.
Bung Karno telah berhasil membangun nama dan citra NKRI di mata dunia Internasional. Bukan hanya dikenal tapi diperhitungkan dalam percaturan politik Internasional. Segala hal selalu mempunyai sisi baik dan sisi buruk, semua diciptakan berpasangan. Bung Karno yang begitu besar dan banyak berjasa pada NKRI mau tidak mau harus terlibat dalam permainan catur Internasional yang dikendalikan oleh dua kekuatan besar, apalagi pada saat itu NKRI sudah diperhitungkan. Kepentingan politik sebagai kedok dari kepentingan ekonomi Negara-negara besar membuat kita harus memihak. Semua hal pasti ada risikonya, begitupun dengan keberpihakan ataupun tidak keberpihakan. NKRI adalah Negara yang sangat strategis, baik secara geografis maupun demografisnya. Apalagi ditambah dengan nama dan citra NKRI yang sudah terbangun di mata dunia Internasional, maka mau tidak mau membuat kita harus berpihak. Perang kepentingan dua Negara besar pada saat itu menciptakan permainan – permainan politik yang berimbas kepada Negara – Negara lain, termasuk NKRI. Bung Karno sebagai salah satu pemimpin besar dari Asia yang memimpin Negara besar NKRI, dianggap mempunyai peran yang sangat penting didalam percaturan politik dan penentuan hasil perang kepentingan dua Negara besar tersebut. Akhirnya Pemimpin Besar, Sang Proklamator dan Perintis Kemerdekaan Bangsa ini juga sampai pada batasnya. Peristiwa laknat G30S / PKI yang membantai Jenderal-jenderal hebat, Nasionalis dan Idealis pada tahun 1965 mengakibatkan turunnya Bung Karno dari kursi kepresidenan yang sedianya sudah dipersiapkan untuk jabatan seumur hidupnya.




Perubahan Jaman dan Tuntutan Perubahan Kepemimpinan.


Segala sesuatu pasti ada sisi baik dan sisi buruknya karena diciptakan berpasangan, begitupun pada Era Kepemimpinan Bung Karno. Politik dan ekonomi bagai keping mata uang logam yang mempunyai dua sisi dan bertolak belakang meskipun dalam satu kesatuan. Disaat Bung Karno fokus dan mengutamakan pembangunan nama serta citra NKRI di mata dunia, dan memang itu yang harus dilakukan sebab NKRI adalah Negara yang baru berdiri pada saat itu, maka pasti ada sesuatu yang kurang diutamakan. Pembangunan nama dan citra NKRI di mata dunia Internasional sesungguhnya adalah pembangunan politik Internasional meskipun gerakannya dimulai dari dalam Negeri (Nasional) sendiri, sekaligus menjadi sarana pembelajaran politik yang baik dan berharga bagi masyarakat Indonesi. Namun pembangunan politik yang berkepanjangan membuat jadi lambannya pembangunan ekonomi Negara. Lambannya pembangunan ekonomi Negara berdampak dan dirasakan langsung oleh rakyat. Pak Harto sebagai mantan komandan pasukan tempur yang cemerlang disaat Revolusi Fisik 1945 – 1950 memiliki kemampuan memimpin yang berbeda. Kemampuan menganalisa keahlian seseorang dan menempatkan orang tersebut pada bidang yang sesuai dengan keahliannya serta memiliki pasukan yang solid dan loyal adalah kebutuhan yang sangat penting untuk seorang pemimpin dalam membawa perubahan disaat itu. Pembangunan nama besar dan citra baik NKRI di mata dunia Internasional yang tidak dibarengi dengan perhitungan terhadap dampak ekonomis dari perang kepentingan dua Negara besar terhadap pembangunan ekonomi didalam negeri, menjadikan rakyat antipati terhadap politik dan haus akan perubahan, terutama perubahan dalam bidang ekonomi.


Pak Harto sebagai seorang pemimpin yang ingin membawa perubahan yang dapat dirasakan langsung oleh rakyat, mengutamakan pembangunan ekonomi pada era kepemimpinannya. Hal ini juga sangat tepat dan memang yang menjadi kebutuhan pada saat itu. Untuk mewujudkan keinginannya dalam membangun ekonomi Negara pada saat itu, mau tidak mau Pak Harto harus “menstabilkan” kehidupan politik. Agar politik tidak menjadi ganjalan atau sengaja mengganjal pembangunan ekonomi yang sedang digalakan saat itu, maka politik memang harus bisa dikendalikan. Pada saat itu mungkin memang harus begitu karena kehidupan politik sangat mewarnai kehidupan di Tanah Air ketimbang penguatan ekonomi. Di masa awal kepemimpinan Pak Harto, pembangunan NKRI sangat berkembang dengan cepat. Meskipun itu semua juga atas bantuan Negara Asing namun Pak Harto juga mempunyai team yang sangat kuat dan bekerja dengan baik. Pak Harto sebagai pemimpin yang fokus dan mengutamakan pembangunan ekonomi Negara dapat memaksimalkan orang-orang yang berada disekitarnya dengan baik meskipun kehidupan politik harus terbelenggu. Karena saat itu memang dibutuhkan pembangunan ekonomi karena keadaan ekonomi NKRI yang sedang merosot tajam dan sangat dirasakan oleh rakyat, maka rakyatpun tidak keberatan atas terbelenggunya politik mereka asalkan pembangunan ekonomi dapat segera terwujud. Akhirnya Pak Harto berhasil mengangkat pembangunan ekonomi.




Kejenuhan Dapat Menghidupkan Kembali Tuntutan Perubahan.


Kembali lagi bahwa segala sesuatu memang diciptakan berpasangan, maka di era kepemimpinan Pak Harto pun ada sisi baik dan sisi buruknya. Sisi baiknya mungkin kesejahteraan dan pendidikan masyarakat yang terangkat serta sisi buruknya mungkin adalah terbelenggunya kehidupan politik di Tanah Air. Awalnya mungkin semua bisa menerima keterbelengguan itu demi pembangunan ekonomi, namun setelah sekian lama terbelenggu hak politiknya, akhirnya rakyat mulai jenuh dan gerah. Selain karena lamanya Pak Harto menjabat sebagai Presiden yang mungkin akhirnya membuat masyarakat menjadi ingin adanya perubahan suasana, lalu terbelenggunya hak politik mereka, ditambah dengan resesi ekonomi yang sedang melanda dunia sampai terasa ke Tanah Air dan juga masih ketambahan lagi dengan semakin berlebihannya perilaku orang-orang yang ada di sekitar Pak Harto waktu itu. Sehingga membuat masyarakat jadi tidak simpati dan mengharapkan ada pembaharuan kepemimpinan. Sebenarnya pada Pemilu tahun 1997, satu tahun sebelum Pak Harto mengundurkan diri, Pak Harto sudah menolak dan tidak mau dipilih kembali untuk menjadi Presiden, karena Pak Harto sudah merasa tua dan terlalu lama menjabat. Namun orang-orang yang saat itu berada di sekitarnya Pak Harto sendiri lah yang terus membujuk agar Pak Harto tetap maju sebagai Presiden lagi, tanpa melihat perkembangan politik yang sedang terjadi di masyarakat. Akhirnya bujukan itu berhasil dan Pak Harto terpilih kembali menjadi Presiden untuk ke-enam kalinya. Tapi hanya berselang satu tahun kemudian, ternyata Pak Harto sampai pada batasnya juga sehingga beliau mengundurkan diri dari jabatan Presiden atas permintaan rakyat yang diwakili oleh para mahasiswa dan aktivis pemuda se-Indonesia. Jika dulu Bung Karno membangun politik hingga ekonomi terpinggirkan, maka Pak Harto membangun ekonomi hingga politik yang terpinggirkan. Kedua-duanya adalah Pemimpin Besar dan Bapak Bangsa NKRI namun kedua-duanya adalah manusia biasa yang memiliki kelebihan juga kekurangan. Tapi yang jelas kedua-duanya telah menjabat terlalu lama sehingga membuat rakyat menjadi jenuh meskipun jasa-jasa dan darma bhaktinya sangat luar biasa pada Bangsa dan Negara kita tercinta ini.
Setelah kita mengingat dan mengenang kembali sejarah berdirinya NKRI, maka kita akan dihadapkan pada pemikiran tentang masa depan NKRI berdasarkan pada sejarah dan masa lalunya. NKRI tercinta sudah berusia lebih dari 66 tahun sekarang. Sudah banyak hal yang terjadi dan menjadi pengalaman yang bisa dijadikan pelajaran berharga serta bijaksana oleh kita semua terutama oleh para pemimpin. Kita semua tahu bahwa satu orang saja tidak akan mampu merubah apa-apa, tapi satu orang yang didukung oleh 200 juta orang pasti mampu merubah segalanya terkecuali Takdir Allah. Dan untuk yang terakhir meskipun masih belum berakhir, bagi rakyat yang paling penting adalah Keadilan dan Kesejahteraannya. Lalu pada akhirnya semua juga akan ada batasnya.
Saya bukan ahli sejarah, pakar politik apalagi pakar ekonomi. Saya hanyalah masyarakat biasa yang mencoba mengingat dan mengenang sejarah untuk kebaikan kita semua di masa mendatang. Maka apabila ada kesalahan, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.


--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---