Jumat, 05 Agustus 2016

Ekornya Gajah atau Kepalanya Semut.

Pada awal tahun 1995, saya memutuskan kembali ke Tanah Air yang tercinta ini untuk selamanya.

Keputusan itu bukannya tanpa dasar, sebab sebelumnya telah saya pikirkan dan pertimbangkan secara matang, terutama karena usia Alm. Ayah yang sudah semakin tua (65 tahun).

Saat pertama kali tiba di Tanah Air yang tercinta, saya tinggal di rumah kakak yang tertua di Jakarta, tidak langsung pulang ke Surabaya. Meskipun setelah itu tetap pulang-pergi, Jakarta dan Surabaya.

Sudah lebih dari 2 bulan saya tinggal di Jakarta dan amat sangat menikmatinya. Khususnya karena bertemu kembali dengan para sahabat lama yang kebetulan telah pindah dari Surabaya ke Jakarta dan bisa bergaul dengan anak-anak orang "Penting" di Tanah Air.

Pada suatu ketika, di dalam perjalanan dari Sudirman ke Kelapa Gading (rumah kakak tertua di Summagung II) Alm. Ayah saya tiba-tiba bertanya :
"Les, luweh enakan endi dadi Buntutte Gajah ta Endasse Semut?".
(Les, lebih enakan mana menjadi Ekornya Gajah atau Kepalanya Semut?).

Oleh sebab saya menganggap pertanyaan tersebut tidak serius dan hanya sebuah obrolan santai di tengah kemacetan Ibukota belaka, maka saya menjawabnya secara asal-asalan :
"Enakan dadi Buntutte Gajah Pa".
(Enakan menjadi Ekornya Gajah Pa).

Almarhum bertanya lagi :
"Kok iso?".
(Kok bisa?).

Saya menjawabnya secara asal-asalan lagi :
"Lah, sopo sing wani nyakot Buntutte Gajah sing gedene koyok ngono iku Pa?!".
(Lah, siapa yang berani menggigit Ekornya Gajah yang besarnya seperti itu Pa?!).

Alm. Ayah saya menjawab :
"Keliru! Lek dadi Buntutte Gajah iku mesti mambu tembelek, tapi lek dadi Endasse Semut iku malah iso nyakot".
(Salah! Kalau menjadi Ekornya Gajah itu pasti berbau kotoran, namun kalau menjadi Kepalanya Semut itu malah bisa menggigit).

Kemudian beliau mengatakan kepada saya bahwa lebih baik pulang ke Surabaya daripada tetap tinggal di Jakarta, untuk memulai sesuatu yang baru dan dari awal disana.

Sebulan kemudian saya pulang ke Surabaya dan bergabung di beberapa Organisasi.

Tidak seberapa lama, saya diangkat menjadi wakil ketua pada tingkat Kecamatan di salah satu Organisasi tersebut dan kemudian menjadi ketua.

Dengan berjalannya waktu, akhirnya saya bisa mengerti dan memahami arti sekaligus tujuan dari pertanyaan tentang "Ekornya Gajah atau Kepalanya Semut" yang pernah Alm. Ayah sampaikan dulu itu.

Charles E. Tumbel.

--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---