Jumat, 17 November 2017

Bapak Ananda Sukarlan Dan Budaya Adiluhung.

Oleh : Charles E. Tumbel.

Sebetulnya saya tidak ingin ikut-ikutan berkomentar tentang "sikap langka" yang terjadi pada saat berlangsungnya acara "Peringatan 90 Tahun Kolese Kanisius" beberapa hari yang lalu. Namun karena menurut diri saya pribadi bahwa hal tersebut bisa berdampak pada Budaya Adiluhung yang asli milik dari Bangsa kita sendiri, sekaligus akan menjadi celah masuk bagi Pihak Ketiga yang dari jaman dulu memang menginginkan keutuhan dari Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini tercerai-berai, maka saya jadi terpanggil untuk ikut berkomentar.

Mengingat saya cuma mengetahui dari berita yang beredar di Media Sosial saja. Serta untuk kebaikan bersama, juga mengembalikan Budaya Adiluhung yang asli milik dari Bangsa kita sendiri, sekaligus menghindari apabila ada upaya dari Pihak Ketiga yang akan memanfaatkan segala bentuk isu hanya untuk mencerai-beraikan Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini, maka saya berusaha untuk berkomentar yang seobyektif mungkin (tentunya yang sesuai dengan kemampuan dari diri saya pribadi) demi kebahagiaan Ibu Pertiwi beserta segenap putra-putrinya.

Saya pribadi mengakui bahwa Pesta Demokrasi yang terjadi pada saat berlangsungnya Pilkada Serentak 2017, terutama di DKI Jakarta memang amat sangat luar biasa. Tidak hanya luar biasa gegap-gempitanya, tetapi juga menyedihkannya dan berbahayanya. Luar biasa menyedihkannya, karena hampir seluruh Warga Negara Indonesia dimanapun berada menjadi terkotak-kotak di dalam aksi dukung-mendukung figur politik. Luar biasa membahayakannya, karena segala cara sepertinya boleh dipergunakan cuma untuk mendapatkan sebuah jabatan belaka.

Jabatan yang hanya untuk kepentingan di dunia yang sifatnya cuma sementara dan sesaat ini belaka.

Saya sangat menghormati dan menghargai serta memaklumi dengan "sikap langka" yang telah dilakukan oleh Bapak Ananda Sukarlan pada saat berlangsungnya acara tersebut. Namun hal itu bukan berarti membenarkannya. Karena tindakan "Walk Out" itu sendiri bukanlah Budaya Adiluhung, apalagi yang asli milik dari Bangsa kita sendiri. "Walk Out" atau meninggalkan tempat karena ketidak-setujuan atas sesuatu hal pada saat berlangsungnya sebuah kegiatan adalah cara pintas yang kurang anggun lagi indah, apalagi bisa menyelesaikan sumber dari masalah yang sebenarnya.

Hal ini biasanya dilakukan oleh Bangsa Asing untuk menunjukkan ketidak-setujuan atas sesuatu. Kalau Bangsa kita sendiri, yang dilakukan adalah musyawarah untuk mufakat.

Tindakan "Walk Out" hanya akan meninggalkan pesan dan kesan tentang sebuah ketidak-setujuan dari diri pribadi belaka. Tanpa memberikan kesempatan yang luas kepada pihak-pihak lainnya untuk melakukan hal-hal yang bisa berguna di dalam menyelesaikan sumber dari masalah yang sebenarnya. Hal seperti ini tidak akan membawa kebaikan bagi semua pihak, kecuali cuma kepuasan pribadi di dalam diri pelakunya saja. Sedangkan bagi Pihak Ketiga yang sedang terus mengintai dan ingin memanfaatkan isu apapun untuk mencerai-beraikan, ini adalah peluang emas.

Yang saya sampaikan disini tentang dampak dari sebuah tindakan yang bernama "Walk Out" secara umum. Bukan mengatakan bahwa Bapak Ananda Sukarlan cuma ingin mencari kepuasan pribadi dengan melakukan tindakan "Walk Out" tersebut. Karena secara garis besar saya bisa menangkap dari pernyataan yang telah disampaikan beliau pada saat memberikan sambutan setelah menerima penghargaan di acara yang sama (sesudah melakukan tindakan "Walk Out") bahwa beliau melakukan tindakan tersebut sebagai wujud dari sebuah kritik yang ditujukan kepada pihak Panitia.

Terlepas dari semuanya itu, kita harus selalu menggunakan Budaya Adiluhung yang asli milik dari Bangsa kita sendiri. Disamping agar tidak hilang karena tergantikan oleh Budaya Asing, juga itulah satu-satunya cara yang paling terampuh untuk menjaga keutuhan dari Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini. Bukan Budaya yang "Adigang, Adigung, Adiguna" ataupun yang "Sopo Siro, Sopo Ingsun" apalagi yang "Membakar Untuk Merampok". Tetapi yang "Sakti Tanpo Aji-aji. Sugih Tanpo Bondo, Nglurug Tanpo Bolo, Wibowo Tanpo Murko, Perang Tanpo Tanding, Munggah Tanpo Ngideg, Menang Tanpo Ngasorake".

Kita semuanya harus selalu ingat dan sadar bahwa sejak sebelum Pilpres 2014 sampai dengan detik ini sesudah Pilkada Serentak 2017, situasi politik di Negara kita yang tercinta ini masih amat sangat tidak sehat. Padahal tahun depan akan berlangsung Pilkada Serentak 2018 dan setelah itu Kampanye Pilleg serta Pilpres kemudian Pemilu 2019. Kalau hal-hal yang berbau politik demi kepentingan Perorangan ataupun Golongan tertentu ini tidak segera diakhiri, maka bukan kemajuan Bangsa dan Negara lagi yang akan kita dapatkan tetapi malah kehancurannya.

Apalagi ada Pihak Ketiga yang memang dari jaman dulu menginginkan Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini tercerai-berai. Agar satu-persatu Daerah yang kita miliki, bisa dikuasai oleh mereka untuk dikeruk kekayaannya. Sehingga isu apapun akan digunakan sebagai alat untuk mencerai-beraikan. Mereka ini sangat ahli di dalam membuat fitnahan dan menyebarkan kebencian serta permusuhan. Hal yang tidak terjadi saja bisa dibuat seolah terjadi, apalagi yang sungguh terjadi. Jangan pernah membukakan celah yang bisa dimanfaatkan oleh mereka untuk mencerai-beraikan kita.

Pesta Demokrasi berupa Pilpres 2014 dan Pilkada Serentak 2017 telah usai dilaksanakan. Kepala Negara (2014) dan para Kepala Daerah yang mengikuti Pilkada Serentak 2017 sudah terpilih serta dilantik. Segala hal yang telah terjadi dan berlalu sebelum dan sesudah Pilpres 2014 maupun sebelum dan sesudah Pilkada Serentak 2017, baik ataupun buruk, harus bisa diterima dengan jiwa yang besar, pikiran yang panjang serta hati yang lapang. Juga diambil hikmahnya dan menjadikannya sebagai pelajaran berharga untuk Pesta Demokrasi yang akan datang.

Waktu terus berjalan dan Pemerintahan Negara serta Daerah juga harus tetap terus berjalan pula. Demi tercapainya Cita-cita Luhur dari para Bapak Pendiri Bangsa dan Negara yang tercinta. Siapapun yang telah terpilih dan dilantik sebagai Kepala Negara serta Kepala Daerah haruslah dihormati sesuai dengan porsinya. Hal-hal yang dianggap tidak sesuai maupun yang diri kita sendiri tidak setujui ataupun sukai, haruslah disampaikan dan ditunjukkan dengan cara yang anggun lagi indah. Tentunya cara yang sesuai dengan Budaya Adiluhung yang asli milik dari Bangsa kita sendiri.

Sebab apabila tidak disampaikan dan ditunjukkan dengan cara yang anggun lagi indah yang sesuai dengan Budaya Adiluhung yang asli milik dari Bangsa kita sendiri, maka hal seperti ini akan terus terulang karena dicontoh oleh orang lain. Dan apabila terus terulang karena dicontoh oleh orang lain, maka gesekan akibat dari adanya aksi dukung-mendukung figur politik yang sudah terjadi sebelumnya, akan menjadi semakin kuat. Padahal setelah ini akan ada Pesta Demokrasi lagi dan juga ada Pihak Ketiga yang terus mencari cara serta celah untuk mencerai-beraikan kita pula.

Kita tidak boleh membenarkan apalagi menerima cara yang keji dalam bentuk apapun dan pada kegiatan manapun, termasuk politik. Tetapi kita juga tidak boleh membalas cara yang keji itu tadi dengan cara yang sama kejinya, sebab cara yang keji itu adalah dosa dan nista. Serta sampai kapanpun tidak akan pernah ada habisnya. Karena akan terus saling membalas, tidak peduli siapapun nanti yang menjadi pemimpinnya. Gunakanlah cara yang sesuai dengan Budaya Adiluhung yang asli milik dari Bangsa kita sendiri untuk menyadarkan sekaligus menghentikannya.

Demi masa depan yang gemilang dari Bangsa dan Negara kita yang tercinta, maka utamakanlah selalu kepentingan Bangsa dan Negara. Hal-hal yang bisa merusak masa depan dari Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini, termasuk yang bisa merusak Budaya Adiluhung yang asli milik dari Bangsa kita sendiri, harus segera dihentikan. Tunjukkanlah kebesaran dari Budaya Adiluhung yang asli milik dari Bangsa kita sendiri kepada seluruh dunia. Dan gunakanlah Budaya Adiluhung yang asli milik dari Bangsa kita sendiri ini untuk melawan segala hal yang tidak berbudaya.

Budaya Adiluhung yang asli milik dari Bangsa kita sendiri adalah benteng pertahanan terakhir untuk menjaga keutuhan dari Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini. Apabila Budaya Adiluhung yang asli milik dari Bangsa kita sendiri ini rusak, maka keutuhan dari Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini juga akan ikut menjadi rusak pula. Seluruh Warga Negara Indonesia dimanapun berada, wajib untuk menjaga dan melestarikan Budaya Adiluhung yang asli milik dari Bangsa kita sendiri. Jangan biarkan siapapun merusak Budaya Adiluhung yang asli milik dari Bangsa kita sendiri.

Selebihnya selamat hari ulang tahun yang ke 90 kepada Kolese Kanisius. Selamat kepada Bapak Ananda Sukarlan dan para Alumni Kolese Kanisius yang telah menerima penghargaan. Juga selamat kepada pihak Panitia, baik SC maupun OC. Teruslah meraih prestasi yang gemilang demi mengharumkan nama besar dari Bangsa dan Negara kita yang tercinta ini. Serta marilah kita jaga dan lestarikan bersama Budaya Adiluhung yang asli milik dari Bangsa kita sendiri. Semoga hal apapun yang bertentangan dengan Budaya Adiluhung yang asli milik dari Bangsa kita sendiri, tidak terulang kembali di Tanah Air kita yang tercinta ini. Aamiin.

Salam Cinta Tanah Air dan Saudara Sebangsa!
Hidup Pancasila!
Hidup Bangsa Indonesia!
Hidup Republik Indonesia.

Surabaya, 16 November 2017.
Charles E. Tumbel.

--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---