Kamis, 12 Januari 2012

Batas Demokrasi Bagi Rakyat Indonesia.

Sunguh ironis melihat banyaknya aksi anarkis dengan segala macam kekacauan yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia belakangan ini. Apa lagi kejadian tersebut akhirnya berujung pada bentrokan fisik yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Indonesia merupakan negeri yang kaya-raya, subur dan berlimpah. Dengan apa yang telah kita miliki ini, semestinya dapat membuat rakyat hidup damai dan sejahtera. Namun mengapa yang terjadi malah sebaliknya?
Pertanyaan pertama yang muncul di benak kita, mengapa harus terjadi aksi-aksi yang merugikan diri sendiri dan merusak Negara kita sendiri? Apakah ini yang dinamakan krisis moral? Atau bangsa Indonesia yang begitu sangat kita cintai ini sedang mengalami krisis kepercayaan kepada pemerintah, sehingga membuat amarah rakyat tidak dapat dibendung lagi? Ataukah hanya pemahaman kita tentang demokrasi yang salah kaprah dan kebablasan?

Makna dasar sebuah demokrasi.
Sesuai dengan Demokrasi Pancasila yang kita anut dan berdasarkan UUD 1945, bahwa setiap usaha pemecahan masalah harus diselesaikan melalui musyawarah mufakat yang adil, jujur dan bijaksana demi kepentingan serta kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Indonesia kini bukan lagi Negara yang harus terdoktrin dengan kekuasaan petingginya. Sesuai dengan makna dasar dari demokrasi itu sendiri adalah bentuk pemerintahan yang mengutamakan kedaulatan rakyat. Jadi rakyat jelas memiliki hak penuh dalam berdaulat baik pada kehidupan bernegara, bermasyarakat, berbangsa dan bertanah air. Sedangkan pemerintah hanya menjalankan amanat rakyat sesuai dengan konstitusi dan Undang-Undang yang berlaku di Negara tersebut.
Namun kini, makna sebuah demokrasi di Negara kita tercinta ini sepertinya sudah kehilangan roh utamanya. Mungkin pemerintah lupa bahwa sebuah penyampaian aspirasi yang dilakukan rakyat tidak tergantung pada seberapa besar warga yang mereka bawa, tidak tergantung pada jenis aksi damai yang mereka lakukan, dan tidak tergantung pada siapa yang mereka seru-serukan. Namun semua itu tergantung pada apa yang mereka keluhkan. Jika tidak ada sesuatu hal yang tidak adil, untuk apa mereka harus menyusahkan dan merugikan diri mereka sendiri dengan aksi seperti itu? Pastinya seperti kata pepatah bijak, “tiada asap kalau tidak ada api”.
Sebuah aspirasi yang disampaikan sejatinya pasti bertujuan untuk sebuah perubahan yang mengarah pada kebaikan atau kepentingan orang banyak. Secara teoritis, dalam hal penyampaian aspirasi rakyat kepada pemerintah adalah dengan cara terbuka dan apa adanya menyampaikan maksud tujuan mereka, bertukar pendapat dengan pihak pemerintah hingga akhirnya dapat menemukan titik temu antar kedua belah pihak. Jika hal ini dapat dilakukan dengan baik, pastilah Negara kita tercinta ini akan dapat menjadi lebih makmur dan sejahtera.

Kasus yang terjadi di Indonesia.
“Dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat”, sebuah slogan yang diibaratkan Abraham Lincoln sebagai makna sebuah demokrasi. Kini apakah Indonesia masih diyakini menjalankan hal tersebut? Pada sekian banyaknya tuntutan dari sebuah demonstrasi yang terjadi di Indonesia sejak tumbangnya Orde Baru, mungkin hanya sebagian kecil saja yang mendapat perhatian khusus dan tanggapan lebih dari pemerintah. Mengapa? Kepentingan pribadi, korupsi, kolusi dan nepotisme yang mungkin menjadi penyebab utamanya. Bahkan tak jarang, untuk menolak suatu aspirasi rakyat, pemerintah menggunakan cara kekerasan yang tidak sepatutnya terjadi.
Menengok peristiwa yang baru-baru ini terjadi, yaitu peristiwa Mesuji dan Bima. Adalah sebuah pelanggaran HAM yang sangat berat telah terjadi. Hanya karena sebuah aspirasi yang ingin disampaikan rakyat, maka harus terjadi bentrokan fisik dan korban jiwa. Ironisnya, hal tersebut terjadi antar sesama Warga Negara Indonesia, disaat kita semua seharusnya bersatu-padu untuk mendukung pembangunan Negara dari krisis moneter yang telah berlarut dan mendukung pemberantasan KKN yang telah sangat merusak kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri kita tercinta ini. Jaminan atas hak asasi manusia adalah merupakan prinsip dasar dari demokrasi. Jika hal ini dihilangkan, maka Negara tersebut sudah tidak dapat dikatakan sebagai Negara yang demokratis lagi. Dan para pemimpinnya pun tidak akan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat lagi, apalagi dianggap sebagai pemimpin rakyat.
Pada peristiwa Mesuji, rakyat yang telah kehilangan hak berlindungnya hanya ingin menuntut agar bisa mendapatkan ganti rugi yang setimpal. Suatu permintaan yang sangat wajar disaat seluruh tempat beraktivitasnya harus digusur demi kepentingan sebuah perusahaan. Yang lebih memprihatinkan lagi, sekolah yang hanya menjadi satu-satunya sarana pendidikan di wilayah tersebut juga tidak luput dari penggusuran. Padahal pendidikan merupakan hal terpenting di dalam pencerdasan kehidupan bangsa dan berhak diterima oleh seluruh Warga Negara Indonesia tanpa pengecualian, sesuai dengan jaminan yang tertulis di dalam UUD 1945. Dan dari pendidikan itulah nantinya akan tercetak generasi muda pemimpin bangsa yang dapat mengemban kekuasaannya sesuai dengan keinginan rakyat. Pemerintah harus serius dengan hal tersebut, karena pemimpin yang baik tidak akan mungkin membodohkan rakyatnya sendiri.
Sedangkan pada peristiwa Bima, rakyat hanya menuntut agar sumber mata air mereka tidak tercemar atau terkena dampak negatif dari penambangan dan hasil kekayaan bumi Indonesia khususnya yang ada di wilayah mereka, tidak dikuasai oleh perusahaan asing. Sudah menjadi rahasia umum jika kekayaan alam Indonesia memang sudah tersohor dan dikenal dunia sejak jaman dahulu kala. Hal ini jugalah yang membuat Belanda dengan beringas menjajah Negara kita selama 350 tahun, hingga akhirnya kedudukannya digantikan Jepang yang juga tergiur dengan kekayaan alam kita. Mungkin sudah banyak pihak-pihak asing yang kini menduduki wilayah Indonesia yang dinilai sangat potensial dan kaya. Namun kekayaan alam Indonesia belum juga habis, kita tidak boleh membiarkan lebih banyak lagi pihak asing yang menguasainya karena lambat-laun juga pasti akan habis dan anak-cucu kita akan jatuh miskin.
Mengerucut pada dua peristiwa tersebut di atas, maka yang dilakukan rakyat secara psikologis pada alam bawah sadar mereka, sebenarnya adalah mereka telah melakukan sebuah pemberontakan terhadap pihak asing yang ingin menguasai kekayaan alam bumi kita. Dan mereka hanya menuntut kesejahteraan yang selama ini dirasa belum didapatkan apalagi dinikmati. Suatu pemerintahan yang berdaulat, jujur, adil dan bersih menjadi satu-satunya solusi jika ingin mensejahterakan rakyat. Pemimpin Negara tidak boleh hanya mengutamakan kepentingan politik saja. Seluruh aspek harus diputuskan secara musyawarah, baik dari aspek ekonomi, sosial, budaya maupun politik itu sendiri. Menurut survey yang dilakukan berbagai lembaga pemerhati pemerintahan, dikatakan bahwa kepercayaan rakyat kepada pemerintah semakin menurun. Karena itu pemerintah harus segera melakukan perubahan yang signifikan.

Batas Demokrasi.
Menyerang warga dengan senjata tempur yang mematikan adalah hal yang sangat fatal. Alasan menegakkan hukum boleh saja digunakan oleh aparat jika memang warga sudah melampaui batas hukum yang berlaku di dalam menyampaikan aspirasinya. Namun cara-cara yang digunakan tentu harus sesuai dengan prosedur yang berlaku, terutama pendekatan secara kekeluargaan. Apalagi dalam hal ini warga hanya berselisih paham dengan penguasa setempat, adalah hal yang sangat biasa saja semestinya. Seharusnya tindakan represif aparat kepolisian ataupun aparat keamanan Negara lainnya tidak diperuntukkan bagi para sesama Warga Negara, karena tugas yang sebenarnya adalah mengayomi rakyat. Seperti tertulis pada Q.S. Al-Quran, Surat Al-Maidah, Ayat 8, “Hai orang-orang yang beriman! Hendaklah kamu berdiri tegak di atas kebenaran yang adil semata-mata karena Allah dalam memberikan kesaksian. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, sampai mempengaruhi dirimu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Karena itu, bertakwalah kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Mungkin bangsa Indonesia harus belajar dari berbagai peristiwa reformasi yang terjadi di Timur Tengah. Kekerasan pada rakyatnya atas dasar apapun tidak akan mendapat apresiasi dan simpati dari kacamata seluruh dunia apalagi rakyatnya sendiri. Yang terjadi justru perpecahan pada Negara itu sendiri dan perang saudara, apalagi kalau sudah ada intervensi dari pihak asing. Tentu kita tidak ingin adanya campur tangan dari pihak asing manapun terutama yang memiliki kepentingan sangat besar di Negara kita. Untuk itu Undang-Undang yang memperjelas tentang kesejahteraan dan keikut-sertaan rakyat dalam pengelolaan hasil bumi di daerahnya harus segera dibahas, dibuat dan disahkan, kebijaksanaan untuk menciptakan lebih banyak lagi lapangan pekerjaan harus dapat segera direalisasikan agar tidak terjadi banyak pengangguran dan kekerasan dalam bentuk apapun serta oleh siapapun haruslah dilarang dengan tegas, kecuali kepada teroris tentunya. Semuanya ini hanya bisa dijalankan oleh pemerintahan yang bersih saja.
Jika kita mau mengingat kembali sejarah panjang perjuangan para Founding Father kita dalam memperjuangkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidakkah hati kita seharusnya tergugah? Utamakan rakyat, utamakan rakyat, utamakan rakyat!

--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---