Senin, 11 Juli 2022

Senantiasa Berbahagia di Surga.

Benny "Jenggot" Tumbel (kiri) dan Dr. K.H. Musta'in Romly (kanan).

Dulu Ayah saya memiliki seorang sahabat dekat bak saudara kandung yang bernama, K.H. Musta'in Romly.

Beliau berdua seusia dan bersahabat sejak jaman Perang Fisik (1945-1949).

Ayah saya berasal dari Tentara Pelajar (lalu menjadi TRIP) Surabaya dengan pangkat Prajurit Satu dan Pak Kyai Ta'in (panggilan akrab untuk Beliau) berasal dari Laskar Santri Jombang dengan pangkat Letnan Muda.

Seusai Perang Fisik, Ayah saya sempat meneruskan di Angkatan Darat sebentar. Namun kemudian balik ke sekolah (Demobilisasi), sambil melatih olahraga di Pusdik KKO Gubeng, Surabaya.

Sedangkan Pak Kyai Ta'in kembali ke Pondok (Darul Ulum) di Rejoso, Peterongan, Jombang milik orang tua Beliau.

Semenjak saya masih kecil, keluarga kami dan Pak Kyai Ta'in saling mengunjungi. Paling tidak di dalam 1 bulan, pastilah 1 kali kami dan Beliau berkumpul.

Jikalau bukanlah kami yang berkunjung ke Jombang, maka Pak Kyai Ta'in yang berkunjung ke Surabaya. Dan terkadang bersama Beliau, kami liburan ke luar kota.

Pada saat Ayah saya berulang tahun yang ke 50, Pak Kyai Ta'in memberikan hadiah berupa, "Terjemah dan Tafsir Al Quran" karya Bachtiar Surin (1978).

Mendapatkan hadiah berupa Kitab Suci, Ayah saya amat sangat bangga dan bahagia, sekaligus terharu serta memeluk Beliau erat-erat.

Pak Kyai Ta'in adalah sosok Ulama yang sungguh-sungguh bijaksana, berkharisma, berilmu tinggi, berpengetahuan dan berwawasan luas, sederhana, rendah hati, murah hati serta suka humor.

Sehari-hari Beliau mengenakan pakaian layaknya orang biasa. Sama sekali tidak pernah memamerkan, apalagi menyombongkan diri. 

Sehingga orang awam yang tidak pernah mengenal Pak Kyai Ta'in, tidak bakalan tahu bahwa Beliau ialah seorang Mursyid, Pimpinan Pondok Pesantren plus Pendiri Universitas.

Ayah saya tipe orang berjiwa "Pasukan", yang tidak hobby membaca. Dan kegiatannya lebih banyak di Jakarta, daripada di Surabaya. 

"Terjemah dan Tafsir Al Quran" dari Pak Kyai Ta'in jarang dibaca, tetapi tertata rapi (Buku Kesayangan) di lemari khusus milik Ayah.

Saya yang masih kecil dan senantiasa ingin tahu, amat sangat tertarik untuk membaca Buku dari Beliau itu.

Setiap Ayah ke Jakarta, saya selalu membaca Buku tersebut. Dan setiap Pak Kyai Ta'in datang ke rumah, saya senantiasa menanyakan apapun yang tidak bisa "Dimengerti".

Beliau selalu menjelaskan dengan arif, sabar dan menyejukkan. Tidak ada satupun kalimat yang membingungkan, lebih lagi menyeramkan.

Hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan, tahun demi tahun berjalan dan saya (serta salah seorang Kakak Perempuan) semakin dekat kepada Pak Kyai Ta'in. (Pernah 2-3 kali saya ikut Beliau berkunjung di beberapa Kota).

2 minggu, malahan 1 minggu sekali, bahkan pernah seminggu 2 kali (biasanya setelah dari Jakarta ataupun luar kota yang dekat dengan Surabaya), Pak Kyai Ta'in datang dan saya tidak pernah tidak menggunakan kesempatan itu untuk bertanya kepada Beliau.

Suatu ketika, Pak Kyai Ta'in datang agak terlalu siang (saya sekolah siang), sekitar pukul 10.30. Di hari tersebut Beliau banyak bercerita dan memberikan nasehat, sekaligus doa. Sehingga saya memutuskan untuk tidak masuk sekolah.

Dengan penuh semangat saya mendengarkan cerita, nasehat dan doa dari Pak Kyai Ta'in.

Sesudah sholat Maghrib dan sekali lagi mendoakan saya, Beliau pamit untuk pulang ke Jombang.

Hari itu merupakan hari yang paling menggembirakan buat saya. Lantaran hampir seharian mendapatkan cerita, nasehat dan doa dari Pak Kyai Ta'in.

Selepasnya seperti biasa, pukul 19.00 kami makan malam bersama di rumah. Saya menceritakan pengalaman pada hari tersebut kepada Ibu dan Kakak-kakak (Ayah di Jakarta).

Setelah makan malam selesai, kami pindah ke ruang keluarga untuk melanjutkan obrolan dan menonton Televisi.

Sekitar pukul 20.30 telepon di rumah berdering. Saya bergegas untuk mengangkatnya, karena biasanya Ayah yang menelepon pada jam-jam itu.

Ternyata yang menelepon adalah Pak Hendra. Beliau ialah seorang Penulis yang sedang menulis riwayat hidup dari Pak Kyai Ta'in.

Pak Hendra ingin berbicara dengan Ibu dan pesannya penting. Saya berlari untuk memberitahu Ibu, bahwa ada telepon penting dari Pak Hendra.

Ibu segera mengangkat telepon dari Pak Hendra dan tidak lama berbicaranya.

Sesudah menutup telepon dari Pak Hendra, Ibu memandang kami yang sedang berkumpul di dekatnya dengan mata yang berkaca-kaca.

Secara perlahan dan terasa berat sekali, Ibu berkata bahwa Pak Kyai Ta'in telah wafat.

Sontak dan serentak kami menangis bersama-sama. Tidak ada kata, selain tangisan pilu dari kami semuanya. Dan sambil menangis, saya menelepon Ayah di Jakarta.

Menggunakan pesawat terakhir (pukul 23.00), Ayah pulang ke Surabaya dan tiba di rumah pukul 00.30. Bersama Ayah, kami menangis tersedu-sedu.

Pagi hari pukul 06.00 kami sekeluarga berangkat ke Jombang untuk mengantarkan jenazah Alm. Pak Kyai Ta'in ke haribaan Ibu Pertiwi.

Kami sekeluarga betul-betul berdukacita dan merasa amat sangat kehilangan. Beberapa bulan sesudahnya, saya baiat sekaligus menjadi mualaf.

Semoga Alm. K.H. Musta'in Romly yang merupakan seorang Pejuang Kemerdekaan, Ulama Besar, Tokoh Agama, Guru Hebat, Teladan Sejati dan Pribadi Mulia senantiasa berbahagia di Surga bersama Tuhan YME. Al Fatihah, Aamiin Allahuma Aamiin.

Charles E. Tumbel.

--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---