Sabtu, 22 Februari 2020

Cerita Sekedarnya.

Pada suatu sore di bulan Desember tahun 1965, ada beberapa anggota Koramil yang datang ke rumah untuk mencari Ayah saya.

Karena Beliau masih belum pulang mengajar dan Ibu saya sedang berada di rumah Nenek (rumah dalam perbaikan, sedangkan Kakak masih Bayi) maka mereka menitipkan pesan ke tetangga sebelah untuk disampaikan kepada Ayah, yaitu bahwa besok pagi harus menghadap Danramil setempat.

Malam harinya tatkala kedua orang tua saya beserta Kakak yang masih digendong baru tiba di depan rumah, tetangga itu mencegat Ayah serta menariknya beberapa langkah untuk menjauh dari Ibu, lalu membisikkan pesan yang harus disampaikannya tadi.

Setelah menyampaikan pesan tersebut, Ayah saya dan tetangga tadi saling memandang dengan perasaan yang sama-sama bingung dan penuh tanda tanya.

Maklum saja, sebab sejak terjadinya peristiwa G30S/PKI, situasi dan kondisi Negara amat sangat genting. Penculikan dan pembunuhan terjadi setiap saat serta dimana-mana, tanpa terkendali.

Setelah menerima pesan tersebut, Ayah saya segera mengucapkan terima kasih dan menyalami tetangga tadi serta bergegas masuk ke dalam rumah.

Ibu saya yang sedang menunggu di depan rumah sambil menggendong Kakak, langsung bertanya kepada Ayah tentang hal apa yang barusan disampaikan oleh tetangga tersebut. Dengan tenang Beliau menyampaikan bahwa dirinya besok pagi diundang oleh Danramil setempat.

Karena nada bicara Ayah saya yang tenang, maka Ibu tidak merasa khawatir dan hanya berpesan untuk berhati-hati saja, sebab keadaan yang sedang amat sangat tidak aman. Padahal sebenarnya pada saat itu Beliau amat sangat tegang dan cemas sekali serta bertanya-tanya di dalam hati, "ada apa ini ya?!".

Sejak mulai dari usia anak-anak, Ayah saya terbiasa melakukan tirakat. Hidupnya amat sangat sederhana dan lebih banyak berbuat amal kebaikan serta mengekang hawa nafsu. Selepas mandi dan menidurkan Kakak, Beliau pamit kepada Ibu untuk melakukan tirakat seperti biasanya.

Malam itu adalah malam yang paling tidak terlupakan oleh Ayah saya. Tidak seperti malam-malam sebelumnya, termasuk malam pada saat Bala Tentara Jepang (1942) ataupun Pasukan Sekutu mendarat di Surabaya (1945) dan masa Revolusi Fisik (1945-1949), tetapi jauh lebih dahsyat daripada itu.

Namun karena Ayah saya memiliki prinsip hidup bahwa jikalau yang ditanam adalah bibit kebaikan maka yang dihasilkan nantinya pasti juga buah kebaikan pula, akhirnya Beliau bisa berpikiran positif dan tenang.

Sekitar pukul 04.30 Ayah saya tertidur. 1 jam kemudian Beliau terbangun dan cepat-cepat mandi serta mempersiapkan diri untuk mengantarkan Ibu ke rumah Nenek, sekaligus untuk pergi menghadap Danramil.

Dengan mengendarai mobil dinas, berupa Jeep GAZ Commando buatan Rusia tahun 1962, Ayah saya mengantarkan Ibu ke rumah Nenek dan setelahnya Beliau langsung menuju ke kantor Koramil.

Sesampainya di kantor Koramil, Ayah saya mendatangi Pos Jaga dan memberitahukan kepada petugas Piket bahwa dirinya dipanggil oleh Danramil. Petugas Piket menyuruhnya untuk menghadap Bintara Senior di dalam kantor. Setelah bertemu Bintara Senior, Beliau disuruh menunggu di ruang tamu, karena ternyata Danramil sedang ada rapat.

Ayah mengatakan kepada saya bahwa pada saat menunggu Danramil itu adalah saat-saat yang paling mencekam di dalam hidupnya. Setiap 5 menit Beliau ke kamar kecil dan merasa ingin buang air besar maupun kecil sekaligus secara terus-menerus.

Setelah menunggu selama lebih-kurang 30 menit, ternyata Danramil muncul dan menyapa Ayah saya dengan akrab. Saat melihat wajah Danramil, seketika perasaan Beliau menjadi lega. Sebab ternyata Danramil tersebut adalah teman SD di Taman Siswa, sekaligus teman seperjuangan di masa Revolusi Fisik dulu.

Sambil mengumpat dengan kata-kata "khas" asli Arek Suroboyo, mereka berdua saling menanyakan kabar dan bernostalgia. Ayah saya yang pada saat sebelumnya mondar-mandir terus ke kamar kecil, mendadak menjadi sehat dan bersemangat lagi.

Hampir 15 menit mereka berdua bernostalgia, kemudian Danramil mulai menceritakan perkembangan terakhir yang terjadi di Tanah Air. Dan setelah menceritakan perkembangan terakhir yang terjadi di Tanah Air, Danramil meminta bantuan Ayah saya untuk mendukungnya.

Ayah saya yang pada saat itu sama sekali tidak mengerti perihal politik, bertanya kepada Danramil tentang bentuk dukungan seperti apa yang dimintanya.

Ternyata Danramil meminta kepada Ayah saya untuk mengumpulkan para mantan Pejuang '45 yang bersih dan tidak terlibat partai politik serta organisasi masyarakat di Kecamatan tersebut. Tujuannya untuk membentuk 1-2 regu mantan Pejuang '45 yang tugasnya mendukung seluruh kegiatan yang ada di kantor Koramil itu.

Ayah saya menyampaikan bahwa dirinya adalah warga baru di Kecamatan tersebut. Dan setiap harinya memiliki kesibukan sebagai dosen, sekaligus instruktur olahraga di beberapa lembaga militer serta sedang mengikuti Pelatnas untuk Ganefo II.

Tetapi Ayah saya berjanji kepada Danramil bahwa akan membantu dan mendukungnya dengan sekuat tenaga. Namun Danramil mengatakan bahwa waktunya cuma 1 bulan saja, setelah itu akan dilantik dan diajak bertugas bersama-sama di kantor Koramil setempat.

Ayah saya yang merasa tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengumpulkan dalam waktu 1 bulan, akhirnya mengusulkan beberapa nama temannya untuk menggantikan posisinya dengan jaminan dari dirinya.

Danramil menerima dan meminta Ayah saya secepatnya membawa beberapa temannya itu ke kantor Koramil untuk berkenalan dengan dirinya, sekaligus menyelidiki latar-belakang serta kemampuannya.

Setelah terjadi kesepakatan di antara mereka berdua, Ayah saya langsung memohon diri kepada Danramil dan memeluknya erat-erat. Beliau berjanji akan secepat mungkin memberikan kabar baik kepada Danramil.

Ayah saya keluar dari kantor Koramil dengan perasaan yang betul-betul tenteram dan langsung mengemudi menuju ke kantor PLN, tempat salah satu teman yang diusulkannya tadi bekerja.

Di kantor PLN, Ayah saya langsung menemui temannya dan menceritakan seluruh kejadian yang telah dialaminya. Setelah itu Beliau meminta kepada temannya tersebut untuk berkenan menggantikan posisinya dan apabila disetujui, maka saat itu juga akan diperkenalkan kepada Danramil.

Pada awalnya teman Beliau sempat takut dan bimbang, tetapi Ayah saya bisa meyakinkannya sambil berjanji bahwa akan membantunya sebisa mungkin. Akhirnya temannya tersebut setuju dan mereka berdua langsung berangkat ke kantor Koramil.

Sesampainya di kantor Koramil, Beliau langsung memperkenalkan temannya kepada Danramil. Danramil sempat tidak menduga bahwa Ayah saya akan menepati janjinya secepat itu. Sambil mengucapkan terima kasih, Danramil mengajak mereka berdua untuk mengadakan rapat rahasia bertiga.

Setelah selesai rapat rahasia bertiga, Ayah saya dan temannya memohon pamit.

Selama perjalanan menuju ke kantor PLN untuk mengantarkan temannya kembali ke kantornya, terjadi pembicaraan yang serius tentang siapa-siapa yang akan diajak bergabung.

Pembicaraan yang serius ini harus dilakukan, karena amat sangat darurat dan berbahaya, sehingga tidak boleh ada sama sekali kesalahan di dalam mengajak orang untuk bergabung.

Sesampainya di kantor PLN, Ayah saya dan temannya sudah mendapatkan beberapa nama serta menyimpannya di dalam catatan. Setelah selesai, Beliau langsung meninggalkan tempat dan berangkat ke Angkatan Laut untuk mengajar.

Sejak hari itu, Ayah saya dan temannya yang bekerja di kantor PLN tadi bergantian mendatangi rumah dari teman-teman lain yang namanya sudah ada di dalam catatan mereka, untuk diajak bergabung pada regu yang akan bertugas mendukung seluruh kegiatan yang ada di kantor Koramil setempat.

1 bulan berlalu, Ayah saya dan temannya yang bekerja di kantor PLN berhasil mendapatkan 20 orang yang bersih serta tidak terlibat partai politik juga organisasi masyarakat untuk bertugas di kantor Koramil.

Pada pertengahan bulan Februari tahun 1966, mereka semuanya dilantik oleh Danramil dan dijadikan 2 regu.

Setiap regu memiliki 1 orang komandan. Dan mereka diberikan seragam lengkap serta pangkat sementara. Pangkat sementara yang tertinggi yang boleh disandang adalah Sersan Mayor dan pangkat itu hanya disandang oleh komandan regu saja.

Meskipun dulunya pada saat Revolusi Fisik ada yang berpangkat Perwira Pertama. Tetapi di dalam regu ini pangkat sementara yang tertinggi adalah Sersan Mayor, tidak boleh lebih dari itu.

Setelah pelantikan usai, Ayah saya mengucapkan selamat kepada Danramil dan temannya yang bekerja di kantor PLN tersebut. Beliau juga menyampaikan bahwa setelah itu akan lebih banyak di Jakarta dalam rangka mengikuti Pelatnas.

Beberapa bulan kemudian, Ayah saya berangkat ke Ganefo II di Kamboja. Selesai mengikuti Ganefo II, Beliau kembali mengajar dan melatih olahraga di beberapa lembaga militer seperti sebelumnya.

Ayah saya tidak terlalu mengikuti perkembangan dari regu yang dulu pernah dibentuknya untuk mendukung seluruh kegiatan yang ada di kantor Koramil itu. Namun seingatnya, kedua regu tersebut dilebur menjadi 1 dan akhir tahun 1967 dilantik kembali untuk dijadikan pengurus Markas Ranting Legiun Veteran R. I. pada Kecamatan setempat yang berkantor di sebelah kantor Koramil.

Demikian cerita yang cuma sekedarnya belaka dari saya ini. Semoga ada manfaatnya dan bisa diambil hikmahnya. Terima kasih sudah berkenan untuk membacanya sampai dengan akhir kalimat. Dan jikalau ada kesalahan ataupun kekurangan pada kata maupun cerita di atas, maka saya memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Charles E. Tumbel.

--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---