Minggu, 03 November 2019

Menjadi Bangsa Sendiri.


Sahabat lama saya, Si A, dari semenjak kecil amat sangat bangga dan ingin sekali menjadi orang Jepang. Mulai dari gaya berpakaian, rambut hingga bentuk mata dan lain-lain dibuat persis seperti orang Jepang.

Entah apa yang sedang merasukinya, namun dia amat sangat takjub dan terobsesi kepada orang Jepang. Di matanya, seolah orang Jepang itu yang paling terhebat dan tidak ada kekurangannya sama sekali.

Di sekolah, dia lebih suka membaca buku-buku yang berkaitan dengan Jepang daripada Bangsanya sendiri. Jangankan PMP, Bahasa Indonesia-nya kacau-balau dan dia seperti tidak peduli alias cuek-bebek.

Selulus dari SMA, dia kuliah Sastra Jepang. Pergaulannya cuma mau dengan yang berbau Jepang saja. Mungkin dia betul-betul ingin mendalami tentang Jepang atau malahan sudah merasa menjadi orang Jepang.

Pucuk dicinta, Ulam-pun tiba. Dia mendapatkan Bea Siswa untuk tinggal dan kuliah di Jepang selama 2 tahun. Dia sungguh-sungguh memanfaatkan dengan sebaik-baiknya, sampai pacarny-pun orang Jepang.

Setelah lulus dan kembali ke Tanah Air, dia bekerja di sebuah Pabrik Jepang yang amat sangat terkenal. Saya ikut bersyukur dan bangga kepadanya, meskipun sejujurnya dia sedikit berubah menjadi sombong.

Waktu-pun terus berjalan dan perubahan datang ke Negara kita, Perusahaan Asing banyak yang hengkang. Salah satu dari Perusahaan Asing yang hengkang adalah tempat bekerja dari sahabat lama saya ini.

Dia mendapatkan uang pesangon yang cukup besar. Dan dari uang pesangon tersebut, dia membuat kursus. Sudah bisa ditebak, bahwa kursus yang dia buat pastilah kursus yang khusus untuk Bahasa Jepang.

Sambil membuat kursus, dia membuat usaha jasa penerjemah dan pemandu untuk wisatawan dari Jepang. Saya salut pada komitmen dan dedikasinya. Karena dari kecil, dia tidak pernah berpaling dari Jepang.

Akhir-akhir ini, dia sering menghubungi saya. Sebab ternyata kursus Bahasa Jepang-nya telah tutup. Kursus miliknya tutup, karena sudah terlalu banyak saingan. Padahal anak yang ingin ke Jepang, tidak banyak.

Pekerjaannya yang masih ada, tinggal sebagai penerjemah dan pemandu wisata untuk para turis Jepang. Yang menjadi masalahnya saat ini ialah kemampuan Bahasa, Budaya dan Sejarah dari Bangsa sendiri.

Sebab untuk menerjemahkan 1 kata yang secara tepat, maka wajib memahami Bahasa Indonesia yang benar. Itu hanya 1 kata belaka. Belum 1 kalimat atau 1 ayat atau 1 bab atau 1 halaman, lebih lagi 1 buku.

Dia terkendala dengan kemampuannya Berbahasa Indonesia, kesulitan untuk mencari padanan kata. Dia bisa mengerti Bahasa Jepang, tetapi sulit untuk mengungkapkannya ke dalam Bahasa Indonesia.

Sehingga untuk menerjemahkan 1 halaman, dia membutuhkan waktu yang lama sekali. Padahal pelanggannya tidak mau menunggu waktu yang begitu lama cuma demi menerjemahkan 1 halaman semata.

Pekerjaannya yang menjadi pemandu wisatawan, akhirnya juga memiliki masalah yang sama pula. Dia "Buta" budaya dan sejarah milik Nenek Moyangnya sendiri. Akibatnya, tidak bisa menceritakan apa-apa.

Sekarang dia sedang stres berat, sampai nyaris bunuh diri. Dan ingin ataupun tidak, tetap harus belajar lagi. Dia belajar lagi tentang Bahasa, Budaya dan Sejarah yang mestinya telah dipelajari saat masih SD.

Saya berusaha secepat dan sebaik mungkin untuk bisa membantu dia. Karena dia merupakan sahabat lama saya. Dan sebagai seorang sahabat lama, saya harus selalu setia. Baik disaat senang, maupun menderita.

Dan lantaran dia, saya mendapatkan sebuah Pelajaran yang amat sangat berharga serta mahal sekali. Bahwa menjadi Bangsa sendiri, jauh lebih penting dan mulia, daripada menjadi Bangsa Asing (manapun).

Kita boleh suka dan mengidolakan Bangsa lain. Namun cinta, bangga dan setia wajib kepada Bangsa sendiri. Sebab pada akhirnya, kita bakalan kembali dan dikuburkan di Tanah Air sendiri, bukan tempat lain.

Demikian cerita ini. Semoga bermanfaat dan membawa kebaikan untuk siapapun yang sudi membacanya. Atas kesalahan dan kekurangan yang ada, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih.

Charles E. Tumbel.

--- Ide dan kreatifitas seseorang adalah hak milik yang tidak boleh ditiru / digandakan. Dilarang mengcopy artikel ini. Terima kasih. ---